Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai M Jamil didampingi Junaidi dan Muhammad Nuzuli masing-masing sebagai hakim anggota di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Kamis.
Ke delapan terdakwa tersebut yakni Teku Junaidi bin Jamaluddin Alm, Bustami alias Pawang Ami bin Bustamam Alm, Arief Pribadi bin Awaludin.
Serta Ruwadi alias Adi bin Karmono, Wahyono bin Suwarno, Misdianto alias Mis bin Mustain, Muhammad Idris bin Ismail, dan Bob Abdul Haris bin Baharuddin Lubis.
Sidang dalam tiga berkas perkara terpisah diikuti para terdakwa secara virtual. Turut hadir dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yuda Utama Putra serta sejumlah penasihat hukum para terdakwa.
Dalam putusannya, majelis hakim menghukum terdakwa Teku Junaidi bin Jamaluddin Alm dan terdakwa Bob Abdul Haris bin Baharuddin Lubis dengan hukuman masing-masing seumur hidup.
Kemudian, menghukum terdakwa Bustami alias Pawang Ami bin Bustamam Alm, Arief Pribadi bin Awaludin masing-masing 20 tahun penjara.
Baca juga: PN Medan vonis mati kurir 41,8 kg sabu-sabu asal Jawa Timur
Majelis hakim juga menghukum terdakwa Ruwadi alias Adi bin Karmono dan terdakwa Wahyono bin Suwarno dengan hukuman masing-masing 20 tahun.
Sedangkan terdakwa Misdianto alias Mis bin Mustain dan Muhammad Idris bin Ismail dihukum 18 tahun penjara.
Selain pidana penjara, majelis hakim juga menghukum para terdakwa membayar denda masing-masing Rp1 miliar. Jika para terdakwa tidak membayarnya, maka dipidana dengan hukuman satu tahun penjara.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU. Pada persidangan sebelumnya, JPU Yuda Utama Putra menuntut para terdakwa dengan hukuman mati karena terbukti penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu dengan berat mencapai 201 kilogram.
"Para terdakwa tersebut bersalah seperti diatur Pasa 114 Ayat (2) jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika," kata majelis hakim.
Menurut majelis hakim, vonis yang berbeda tersebut karena peran para terdakwa tidak sama. Hanya saja, para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pemufakatan jahat memasukan narkoba jenis sabu-sabu dengan berat 201 kilogram.
Majelis hakim mengatakan para terdakwa pada Desember 2020, menyelundupkan narkoba jenis sabu-sabu sebanyak 196 bungkus dengan berat keseluruhan mencapai 201 kilogram lebih.
Baca juga: Mantan anggota DPRD Palembang dan empat bandar narkoba divonis mati
Barang terlarang tersebut diambil dari kapal asing di tengah laut di Provinsi Aceh. Pengambilan narkoba tersebut atas perintah warga negara asing bernama Michael.
Michael yang kini masuk DPO menjanjikan upah Rp4 miliar jika narkoba tersebut sampai ke Jakarta. Selanjutnya, para terdakwa mengambil narkoba tersebut di tengah laut menggunakan kapal motor.
Titik koordinat di tengah laut diberikan Michael. Komunikasi Michael dengan terdakwa Teku Junaidi bin Jamaludin menggunakan telepon satelit," kata majelis hakim.
Setelah terdakwa mengambil barang terlarang tersebut selanjutnya dibawa ke Banda Aceh. Barang terlarang tersebut hendak dibawa ke Jakarta menggunakan mobil boks milik terdakwa Teku Junaidi bin Jamaludin.
Terdakwa Teku Junaidi bin Jamaludin bersama terdakwa Wahyono, dan terdakwa Ruwadi ditangkap polisi dari satuan khusus Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, di kawasan Ajun, Aceh Besar.
Terdakwa Bustami ditangkap di rumahnya di Desa Neuheun, Aceh Besar, dan terdakwa Arief Pribadi di Banda Aceh. Kemudian, mereka bersama barang bukti dibawa ke Jakarta. Di Jakarta, polisi menangkap terdakwa Bob Abdul Haris bin Baharuddin Lubis.
"Hal memberatkan, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah berantas narkoba. Serta jumlah barang narkoba sangat banyak. Sedangkan hal meringankan tidak ada," kata majelis hakim.
Atas putusan tersebut, baik jaksa penuntut umum maupun para terdakwa bersama penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir. Majelis hakim memberikan waktu dua pekan kepada para pihak untuk menyatakan sikap terkait putusan tersebut.
Baca juga: Empat terdakwa 300 kg sabu-sabu di Kalsel divonis hukuman mati
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021