"Ada nuansa nasionalisme bagaimana menempatkan sains dan teknologi itu pada posisi yang strategis," kata Jan Sopaheluwakan yang merupakan Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI pada 2006-2011 dalam diskusi virtual di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, lanskap ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) di Indonesia harus semakin jelas ke depan dan bukan dihela oleh kepentingan politik yang transaksional sehingga arah kebijakan Iptek tidak menjadi pragmatis dan tidak sinkron.
Dia menuturkan harus dihindari potensi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang berlevel kementerian dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang hanya berbentuk badan karena antara ilmu pengetahuan, teknologi, riset, dan inovasi saling berkaitan, tetapi berbeda satu sama lain.
Pada kesempatan itu, Forum Komunikasi Profesor Riset Kementerian Pertanian menawarkan dua opsi integrasi kelembagaan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) di Kementerian Pertanian ke BRIN, yakni soft integration dan integrasi parsial.
Pada opsi soft integration, Ketua Forum Komunikasi Profesor Riset Kementerian Pertanian Tahlim Sudaryanto menuturkan kelembagaan tetap melekat di kementerian, tetapi program dan anggaran dikoordinasikan oleh BRIN. Pada opsi itu, keterkaitan riset dengan kebijakan/program kementerian masih terjaga, tidak menimbulkan gejolak dalam masa transisi.
BRIN, kata dia, memang tidak memiliki kekuasaan penuh dalam koordinasi apabila opsi tersebut dipilih. Namun, Tahlim menuturkan opsi itu bisa menguatkan skema Prioritas Riset Nasional (PRN) 2020-2024.
Pada opsi integrasi parsial, lanjut Tahlim, sebagian unit kerja litbang bertransformasi menjadi lembaga nonpenelitian dan pengembangan, dan sebagian berintegrasi dengan BRIN. Jika opsi itu dipilih, Tahlim menggarisbawahi perlunya pengunduran integrasi sepenuhnya ke BRIN dengan tidak dipatok hingga akhir 2022.
Selain itu, jabatan fungsional peneliti masih dimungkinkan pada lembaga baru yang dibentuk Kementerian Pertanian. Selain itu, sebagian besar jabatan fungsional peneliti bisa berintegrasi dengan BRIN secara penuh.
Tahlim mengatakan hasil kajian dua opsi integrasi itu telah disampaikan di berbagai forum, bukan hanya di internal Kementerian Pertanian, tapi juga di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Kementerian Sekretariat Negara.
Integrasi penelitian dan pengembangan di kementerian/lembaga (K/L) menjadi salah satu yang didorong pemerintah. Melalui surat 22 Juli 2021, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo meminta pejabat pembina kepegawaian di 48 K/L untuk memastikan pengalihan peneliti di penelitian dan pengembangan ke BRIN tuntas 31 Desember 2022.
Tersedia tiga opsi integrasi, yakni integrasi total, integrasi parsial atau konversi ke nomenklatur, tugas, dan fungsi berbeda. BRIN akan menerima program, sumber daya manusia riset dan aset lain.
Untuk menjamin karier, BRIN dan K/L akan memetakan dan menentukan pejabat fungsional peneliti yang dialihkan atau tidak dialihkan. Bagi yang tidak dialihkan ke BRIN, pejabat fungsional bisa beralih ke jabatan fungsional di K/L.
Sementara itu, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko sebelumnya mengatakan pihaknya terus berupaya mewujudkan ekosistem riset dan inovasi Indonesia yang kuat.
"Kita perlu membangun ekosistem riset dan inovasi yang kuat serta mewujudkan kolaborasi solid antara para pemangku kepentingan yang didukung oleh kebijakan-kebijakan terkait," kata Handoko di Jakarta, Selasa (10/8).
Ekosistem riset dan inovasi yang kuat dan kolaborasi solid diperlukan untuk mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki Indonesia agar bisa menjadi negara yang maju.
Handoko mengatakan Indonesia semakin dekat dengan cita-cita menjadi negara maju dengan lahirnya Undang Undang No 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang menjadi kunci dan fondasi yang kokoh untuk memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Tanah Air.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021