"Moratorium sawit ini adalah, mungkin bisa dikatakan sebagai instrumen yang sebenarnya cukup penting dan efektif, harusnya untuk dapat memperbaiki tata kelola," kata Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Nadia Hadad, dalam diskusi virtual yang dipantau dari Jakarta, Jumat.
"Karena itu kami dari masyarakat sipil, Madani dan teman-teman yang lain, memang sangat berharap supaya moratorium sawit bisa dilanjutkan," ujarnya.
Nadia menjelaskan bahwa sejak diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Perkebunan Kelapa Sawit terdapat beberapa capaian, seperti pemerintah telah menetapkan konsolidasi data dan menyelesaikan penghitungan luasan perkebunan sawit.
Di level daerah, contohnya, seperti bagaimana Pemerintah Provinsi Papua Barat telah berhasil mencabut 12 izin perusahaan perkebunan sawit.
Namun, menurutnya, masih ada beberapa penghambat, seperti minimnya sosialisasi di level daerah dan perlunya target spesifik terkait peningkatan produktivitas, seperti yang dimandatkan dalam inpres tersebut.
Hal serupa juga diutarakan oleh Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara Iqbal Damanik yang menegaskan bahwa moratorium itu mampu membantu menekan peningkatan emisi gas rumah kaca, dengan sektor kehutanan menjadi salah satu kontributor penyumbang terbesarnya.
Hal itu, katanya, penting membantu mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca, yakni sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
Karena itu, dia mendorong adanya intensifikasi produktivitas dibandingkan melakukan perluasan lahan untuk sawit. Indonesia sendiri saat ini, berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 833 Tahun 2019 tentang Penetapan Luas Tutupan Kelapa Sawit, memiliki luas tutupan perkebunan sawit mencapai 16,381 juta hektare (ha) tersebar di 26 provinsi.
"Bagaimana agar kebakaran hutan tidak terjadi? Inpres tadi mampu menekan ini, walaupun tidak seratus persen dengan melalui review izin dulu," katanya.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021