"Kalau misalnya sebagai penengah mencari solusi bersama, maka harus diminta terlebih dahulu oleh kelompok-kelompok yang ada di Afghanistan," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Namun, apabila pihak-pihak yang terlibat tidak meminta bantuan Indonesia, maka disarankan Indonesia tidak masuk ke ranah tersebut.
Baca juga: Menlu: Izin mendarat pesawat TNI AU di Afganistan sempat ditunda
"Jangan sampai seolah-olah kita dianggap sebagai pahlawan kesiangan," kata Hikmahanto yang pernah menjadi Staf Ahli Menteri Koordinator Perekonomian Kwik Kian Gie tersebut.
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani tersebut berpendapat jika nantinya Indonesia diminta oleh pihak-pihak yang bertikai, maka ada beberapa figur atau tokoh yang dinilai bisa menjembataninya.
Sebab, sebelum ini Indonesia pernah berusaha menengahi konflik berkepanjangan di Afghanistan dengan mengutus Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan 12 Jusuf Kalla.
Baca juga: Pesawat TNI AU yang bawa WNI dari Afganistan tiba di Jakarta
"Kemudian ada pak Hassan Wirajuda juga pernah menengahi pihak-pihak yang bertikai," ujar dia.
Kendati demikian, ia tetap mengingatkan situasi yang terjadi hari ini di Afghanistan bukan perkara mudah sehingga Indonesia diminta ber hati-hati jika menentukan sikap.
Baca juga: Pakar ingatkan Indonesia tidak campuri urusan internal di Afganistan
Apalagi, di Afghanistan terdiri atas banyak suku. Selain itu, sebelum Taliban menguasai Kabul dan kota-kota lainnya, kelompok tersebut hanya berhadapan dengan Amerika Serikat atau pemerintah yang didukung oleh Negeri Paman Sam tersebut.
Tetapi, setelah Amerika Serikat keluar dari Afghanistan, mereka tidak memiliki musuh dan hal tersebut berpotensi menimbulkan gesekan antara faksi-faksi yang ada di Taliban. Di luar itu, Taliban juga harus berhadapan dengan kelompok anti-Taliban.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021