Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono memimpin konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat, bersama sejumlah narasumber dari Kementerian Agama, perwakilan Densus 88 Antiteror, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Narasumber yang hadir bak 'paket komplit' menegaskan dalam penanganan terorisme dan radikalisme membutuhkan kerja bersama semua pihak dari hulu hingga hilir.
Dalam keterangannya, Kadiv Humas Polri membeberkan inisial dan wilayah penangkapan tersangka, kelompok jaringan teroris, peran para tersangka, hingga mengungkap praktik penggalangan dana untuk membiayai kelompok radikal tersebut, termasuk rencana aksi teror yang akan dilakukan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI).
Agr menyebut hal Ini sesuai keterangan daripada beberapa tersangka yang ditangkap memang kelompok JI ini ingin menggunakan momen 17 Agustus atau Hari Kemerdekaan untuk melakukan aksinya.
Operasi yang berlangsung selama enam hari dari Kamis (12/8) sampai dengan Selasa (17/8), Tim Densus 88 Antiteror Polri menangkap sebanyak 53 orang tersangka teroris di 11 provinsi.
Sebelas wilayah yang dilakukan penangkapan, yakni Sumatera Utara (Sumut) delapan orang, Jambi tiga orang, Kalimantan Barat satu orang, Kalimantan Timur tiga orang, Sulawesi Selatan tiga orang.
Kemudian, Maluku satu orang, Banten enam orang, Jawa Barat empat orang, Jawa Tengah 11 orang, Jawa Timur enam orang dan Lampung tujuh orang.
Dari 53 orang tersangka, sebanyak 50 orang diketahui anggota teroris kelompok JI dan tiga orang kelompok JAD.
Pada hari konferensi pers itu operasi pencegahan dan penindakan terorisme masih berlanjut, Tim Densus 88 Antiteror kembali menangkap tersangka teroris berjumlah lima orang, yakni Sulawesi Tengah sebanyak empat orang dan Sulawesi Selatan satu orang.
Sehingga jika ditotal jumlah tersangka yang ditangkap dalam kurun waktu enam hari operasi sebanyak 58 orang di 12 provinsi. Penangkapan teroris di Sulawesi Tengah merupakan pengembangan dari penangkapan di Sulawesi Selatan.
Argo menyebutkan, Densus 88 Antiteror Polri sudah melakukan penyelidikan panjang dan lama, sudah memiliki alat bukti dalam melaksanakan kegiatan pencegahan dan penindakan terorisme.
Berdasarkan data dari Densus 88 Antiteror Polri jumlah penangkapan teroris khusus kelompok JI sejak 2019 sampai 2021 sudah banyak dilakukan. Tahun 2019 sebanyak 25 orang, lalu 2020 sebanyak 64 orang dan tahun 2021 sampai Agustus ini sebanyak 135 orang.
Perwakilan Densus 88 Antiteror Polri mengingatkan masyarakat bahwa kelompok JI sangat lihat menyesuaikan dengan kondisi keadaan yang ada, kemungkinan mengikuti berpolitik, menyusup kedalam masyarakat kemudian menggunakan cara-cara yang terlihat damai dan aman, seperti menggunakan kotak amal, menggunakan tablik untuk mengumpulkan dana dan sebagainya.
Oleh karena itu masyarakat diimbau untuk tetap waspada menjaga keamanan di wilayahnya masing-masing.
Baca juga: Polri ungkap tersangka teroris ingin melancarkan aksi pada 17 Agustus
Sumber pendanaan teroris
Bukan yang pertama kalinya Tim Densus 88 Antiteror Polri mengungkap modus terorisme menggalang dana untuk membiayai keberlangsungan organisasinya dalam menarik simpatisan dan melakukan aksi teror.
Akhir tahun 2020 Kepolisian Metro Jakarta Selatan menyita kotak amal yang diduga milik kelompok JI. Berdasarkan data Mabes Polri, 13 ribu kotak amal yang disebar di Indonesia digunakan sebagai media pendanaan kelompok teroris. 4.000 kotak amal di antaranya berada di wilayah Lampung.
Argo menyebut JI menggalang dana lewat yayasan amal yang dibentuknya serta iuran wajib dari para anggotanya setiap bulannya.
Pada pengungkapan kali ini, Tim Densus 88 Antiteror Polri menyita sedikitnya 1.540 kaleng celengan dan kotak amal dari rumah salah satu tersangka teroris di wilayah Jawa Barat.
Dari jumlah kaleng celengan dan kotak amal yang berhasil disita, Polisi menyakini ribuan kotak amal lainnya sudah disebar oleh anggota JI ke sejumlah wilayah.
Kotak amal tersebut mereka sebar ke tempat-tempat di mana banyak orang lalu lalang, seperti warung, minimarket, dan tempat ibadah. Kotak amalnya memiliki ciri pada umumnya kotak amal yang sering dijumpai di warung, restoran, tempat ibadah, SPBU, warteg, dan sebagainya.
Ciri yang umum untuk menghindari kotak amal kelompok terorisme adalah yayasan panti asuhan tidak memiliki nomor registrasi yang bisa dilacak resmi tidaknya yayasan tersebut.
Kelompok JI mengumpulkan uang dari berbagai yayasan dan usaha, yaitu Baitul Maal Abdurahman Bin Auf (BM ABA), Syam Organizer (SO), Madina dan 'One Care'.
Berdasarkan data Mabes Polri, BM ABA mengumpulkan dana dari masyarakat selama periode 2014-2019 sebesar Rp10,4 milir. Dana yang mengalir ke JI adalah Rp1,2 miliar (berdasarkan dua rekening atas nama inisial FS dan RB).
Selanjutnya, dari PT Samudera Jasa Amanah, perusahaan ekspedisi memiliki omset sebesar Rp67 juta yang dibagikan kepada anggota JI. Lalu Syam Organizer (SO) menggalang dana dari masyarakat, dana yang telah disalurkan oleh yayasan ini kepada JI sebesar Rp1,9 miliar.
Berikutnya dana dari PT Sajira Mahardika sebesar Rp70 juta dari omset kepada JI, bersumber dari infak pegawai sebesar 2,5 persen selama lima tahun dengan nominal Rp5 juta per bulan, sehingga perhitungan sementara total ada Rp300 juta yang disalurkan kepada JI.
Sumber dana berikutnya dari aset kangean sebesar Rp16,814 miliar. Sehingga jika ditotal dana yang diberikan kepada JI lewat penggalangan dana ini sekitar Rp20,35 miliar. Adapun dana dari masyarakat sementara yang terdata adalah Rp104,8 miliar.
Baca juga: Polri: Sumber dana kelompok JI dari kotak amal sejumlah yayasan
Cermat berifak
Data aliran dana tersebut merupakan akumulasi dari data yang disampaikan dan diterima oleh Pusat Pelaporan Aset dan Transaksi Keuangan (PPAT) yang disampaikan ke Mabes Polri.
Deputi Bidang Pemberantasan PPAT Ivan Yustiavandana mengatakan PPAT telah menerima informasi terkait laporan transaksi keuangan yang berhubungan dengan kegiatan diduga terkait terorisme sebanyak 4.093 laporan dari tahun 2016-2021.
Kemudian PPTAK telah menyampaikan hasil analisisnya kepada Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) sebanyak 227 laporan hasil analisasi. Dari laporan tersebut bisa ditelusuri aliran dana dan pendanaan jaringan terorisme.
Untuk memudahkan Polri dan BIN dalam mencegah dan menindak jaringan terorisme, PPATK membentuk satuan tugas (Satgas) khusus, meluncurkan sistem informasi pendanaan terorisme yang dapat diakses oleh pihak-pihak terakit dalam menelusuri keuangan, mendeteksi kegiatan pendanaan terorisme.
PPAT tidak melarang adanya transaksi terkait sumbangan atau donasi, seperti yang sering dilakukan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Setiap transaksi sumbangan tersebut bisa dipantau langsung oleh PPATK dalam sistem keuangan.
Badan Penanggulangan Ekstrimisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) Pusat menyebut potensi filantropi di Indonesia nomor satu di dunia, oleh karena itu masyarakat yang ingin berdonasi sebaiknya melihat, mencermati dan meneliti akuntabilitas dan transparansi dari lembaga-lembaga donasi yang ada di Tanah Air.
MUI berpandangan penggalangan dana yang dilakukan kelompok terorisme sebagai upaya yang dapat mengganggu keamanan Negara Republik Indonesia (NKRI) yang harus ditindak tegas. Untuk itu, BPET MUI Pusat mendukung segala upaya aparat penegak hukum untuk menegakkan hukum berdasarkan aturan yang termaktup dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Agar dana umat dari infak, sedekah tidak disalahkangunakan mendanai kelompok terorisme, BPET MUI mengimbau kepada masyarakat untuk memberikan donasi yang terbaik kepada lembaga-lembaga yang kredibel, akuntabel.
Supaya berdonasi, berifak ataupun bersedekah aman dari penyalahgunaan, Dirjen Binma Islam Kementerian Agama menyebutkan ada tiga hal yang harus diperhatikan, yakni harus sesuai syariat, aman syar'i (segala sesuatu dilakukan berdasarkan ketentuan syariah), aman regulasi dan aman NKRI.
Dengan memperhatikan tiga hal tersebut, setidaknya masyarakat Indonesia mendukung langkah-langkah yang dilakukan kepolisian dalam memberantas terorisme di Indonesia, mengamankan NKRI, mengamankan warganya, mengamankan ideologi dan mengamankan teritorinya.
"Jadi harus pastikan bahwa infak, sodaqoh yang diberikan harus mendukung atau tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang bertentang dengan ideologi, Negara Kesatuan Republik Indonesia, itu sangat penting sehingga kita juga harus melihat kepada siapa kita berinfak dan bagi mereka yang menyediakan kotak sumbangan ini harus betul-betul memperhatikan," kata Dirjen Binmas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Prof Kamarudin.
Baca juga: BNPT: Terorisme halalkan segala cara himpun dana
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021