• Beranda
  • Berita
  • Hakim MK minta DPR jelaskan mekanisme pemutusan akses dalam UU ITE

Hakim MK minta DPR jelaskan mekanisme pemutusan akses dalam UU ITE

23 Agustus 2021 13:07 WIB
Hakim MK minta DPR jelaskan mekanisme pemutusan akses dalam UU ITE
Tangkapan layar sidang uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik terhadap UUD 1945 dengan agenda mendengarkan keterangan DPR di Gedung MK Jakarta, Senin (23/8/2021). ANTARA/YouTube Mahkamah Konstitusi RI/Muhammad Jasuma Fadholi

Suarapapua.com tidak ditemukan dalam daftar perusahaan pers yang telah terverifikasi dan terdaftar di Dewan Pers.

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih meminta DPR menjelaskan pembahasan mekanisme pemutusan akses konten tertentu dalam pembahasan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Pembahasan Pasal 40 Ayat (2b) UU ITE apakah muncul diskusi mengenai mekanisme di dalam proses untuk memutus akses," kata Enny dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan agenda mendengarkan keterangan DPR di Jakarta, Senin.

Hal itu disampaikan Enny berkaitan dengan gugatan terhadap Pasal 40 Ayat (2b) UU ITE yang diajukan pada tanggal 24 September 2020 oleh para pemohon, yakni Pemimpin Redaksi Media Suara Papua Arnoldus Belau dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) akibat terjadinya pemutusan akses situs berita Suara Papua (suarapapua.com) pada tanggal 4 sampai 6 November 2016.

Dikatakan bahwa risalah sidang dan naskah akademik mengenai pembahasan UU ITE perlu dilampirkan DPR dalam keterangan tambahan serta kesimpulan yang paling lambat diserahkan pada hari Selasa (31/8) mendatang.

Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi III DPR RI Supriansa membacakan keterangan DPR atas gugatan terhadap UU ITE tersebut.

Supriansa mengatakan bahwa DPR memperhatikan substansi Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) yang saling berkaitan dan menjadi dasar tindakan pemutusan adalah tepat karena pemerintah harus bertindak dengan segera untuk melakukan pencegahan penyebarluasan muatan yang dilarang kepada masyarakat luas.

Baca juga: Antropolog: Penegakan UU ITE cegah lahirnya generasi maneki

Selain itu, dia mengatakan bahwa DPR memperhatikan kredibilitas media pers online atau siber yang terdaftar di Dewan Pers guna menjamin profesionalisme pers, kemerdekaan pers, dan mematuhi kode etik jurnalistik serta mengaitkannya dengan Suara Papua.

"Suarapapua.com tidak ditemukan dalam daftar perusahaan pers yang telah terverifikasi dan terdaftar di Dewan Pers," kata Supriansa.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan, DPR kemudian memohon kepada MK untuk menyatakan bahwa para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum sehingga permohonan tidak dapat diterima dan menolak permohonan pengujian para pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya permohonan pengujian para pemohon tidak dapat diterima.

DPR juga memohon agar MK menerima keterangan yang telah disampaikan secara keseluruhan, serta menyatakan Pasal 40 Ayat (2b) UU ITE tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Sementara itu, para pemohon merasa dirugikan akibat Pasal 40 Ayat (2b) UU ITE memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah untuk mengambil kewenangan pengadilan dalam menegakkan hukum dan keadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus atas tafsir dari informasi dan atau dokumen elektronik yang melanggar hukum.

Sidang pada hari ini menjadi yang kedelapan. Sebelumnya, berbagai pihak telah hadir dalam sejumlah agenda persidangan. Salah satunya adalah Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan yang pada intinya menjelaskan bahwa situs web Suara Papua telah dilakukan normalisasi setelah pemutusan akses.

Dalam memperkuat keterangannya, pemerintah juga menghadirkan ahli Hukum Administrasi Negara Universitas Indonesia Harsanto Nursandi dalam sidang ketujuh pada tanggal 14 Juni 2021, yang menjelaskan bahwa tindakan pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu tindakan nyata dan tindakan hukum.

Harsanto menjelaskan bahwa Kemenkominfo melakukan tindakan berdasarkan kewenangannya sesuai dengan prosedur yang mana merupakan tindakan hukum dalam melindungi pemerintah dan masyarakat.

Baca juga: Ahli SEO: Berita hoaks paling banyak menyangkut sosial politik

Pewarta: Muhammad Jasuma Fadholi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021