• Beranda
  • Berita
  • Pelonggaran PPKM, Belanja pemerintah masih dibutuhkan

Pelonggaran PPKM, Belanja pemerintah masih dibutuhkan

24 Agustus 2021 10:12 WIB
Pelonggaran PPKM, Belanja pemerintah masih dibutuhkan
Sejumlah warga berdiri di area Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (23/8/2021). Pemerintah menurunkan PPKM dari level 4 jadi level 3 di sejumlah wilayah karena berkurangnya jumlah kumulatif kasus positif COVID-19, diantaranya Jabodetabek, Bandung dan Surabaya. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww.

Pelonggaran bukan berarti ekonomi langsung normal yang berarti support belanja pemerintah masih konsisten dibutuhkan setidaknya sampai akhir 2022

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai belanja pemerintah masih dibutuhkan sampai akhir 2022, meski Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jabodetabek dan 15 kabupaten/kota lain telah turun ke level 3.

"Pelonggaran bukan berarti ekonomi langsung normal yang berarti support belanja pemerintah masih konsisten dibutuhkan setidaknya sampai akhir 2022," kata Bhima dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Pelonggaran PPKM dari level 4 ke 3 akan memperbaiki konsumsi rumah tangga, tetapi secara terbatas. Konsumsi diperkirakan belum bisa kembali tinggi seperti pada kuartal II-2021 sebelum pengetatan PPKM.

Pasalnya, meskipun pusat belanja mulai diizinkan untuk dikunjungi, daya beli kelas menengah belum mendukung belanja yang tinggi. Di samping itu, kapasitas kerja di kantor masih dibatasi maksimum sampai 25 persen untuk sektor non esensial.

"Artinya sebagian pekerja masih berada di rumah. Padahal pengunjung mal kan juga pekerja perkantoran, jadi satu sektor dilonggarkan tapi sektor lain masih dibatasi belum akan berpengaruh banyak," imbuh Bhima.

Bhima pun menyarankan pemerintah untuk terus meningkatkan penyaluran belanja untuk perlindungan sosial dan bantuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Di samping itu, ia juga menyarankan kepada pemerintah untuk tetap memprioritaskan vaksinasi pekerja sektor esensial.

"Jangan sampai kembali terjadi lonjakan kasus kemudian yang disalahkan sektor industri manufaktur, karena ada klaster pabrik. Prokes tetap dijaga dan dari pihak pengusaha wajib transparan jika ditemukan kasus baru di lingkungan kerja sehingga penanganan lebih cepat," imbuhnya.

Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021, meski diperkirakan masih positif, tidak akan menyentuh angka 7 persen. Bhima memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021 berada pada kisaran 2 persen year on year.

"Bulan September tidak ada event besar yang bisa memicu kenaikan mobilitas masyarakat," ucapnya.

Pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun juga akan dipengaruhi oleh penanganan pandemi COVID-19 pada kuartal IV-2021 yang akan datang. Apabila kasus COVID-19 sudah turun dan aktivitas perekonomian kembali berjalan, perekonomian dapat tumbuh tinggi didorong oleh belanja untuk natal dan tahun baru.

Sementara itu, ekspor cenderung belum bisa banyak diharapkan. Ia memperkirakan ekspor akan lebih rendah karena negara tujuan sedang berfokus menangani varian delta sehingga berpengaruh terhadap laju konsumsi maupun permintaan bahan baku industri.

Baca juga: Luhut: PPKM akan berlaku terus selama pandemi

Baca juga: Luhut minta semua pihak tak lengah uji coba prokes industri esensial

Baca juga: Mendagri terbitkan tiga instruksi untuk lanjutan PPKM

 

Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021