Made menambahkan, Tim Pendamping Keluarga terdiri dari bidan, kader Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan kader Keluarga Berencana (KB) dan akan menyasar para calon pengantin.
"Stunting kan penyebab utamanya gizi buruk. Sebelum menikah mereka harus diedukasi dan didorong untuk cek kesehatan," kata Made dalam konferensi pers daring, Selasa.
Dia menambahkan, saat ini masih sering ditemui kasus gizi buruk pada ibu hamil dan bayi yang disebabkan kurangnya pengetahuan, infeksi berulang kali, sanitasi yang buruk, serta terbatasnya layanan kesehatan.
Oleh karena itu, kata Made, Tim Pendamping Keluarga nantinya akan mengedukasi calon pengantin, mengidentifikasi faktor risiko stunting, dan melakukan pelayanan komunikasi hingga memfasilitasi untuk hadir di pelayanan kesehatan termasuk Posyandu untuk pencegahan risiko stunting.
Selain melalui Tim Pendamping Keluarga, Posyandu juga akan terus melaksanakan program unggulan termasuk pemantauan rutin terhadap perkembangan balita mulai dari usia 0 hingga 24 bulan menggunakan kartu sehat secara gratis.
Dengan kartu sehat, balita dapat dimonitor secara rutin oleh kader, petugas gizi, atau bidan di Posyandu dan membantu mendeteksi bila ada kecurigaan stunting pada anak.
"Dengan begitu, Posyandu dapat mencegah anak terkena berbagai faktor risiko stunting melalui program-program yang diselenggarakan," ujar Made.
Terakhir, Made mengatakan, BKKBN akan terus membantu Posyandu melalui 23.000 penyuluh KB dan 1,2 juta kader Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) yang berperan mengedukasi keluarga mengenai pola hidup bersih dan sehat.
"Harapannya keluarga dapat memiliki kesadaran untuk mengecek kesehatan secara rutin di pelayanan-pelayanan kesehatan seperti Posyandu," imbuhnya.
Baca juga: Kegiatan Posyandu harus tetap aktif meski di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: Kemenkes minta Posyandu tetap laksanakan imunisasi balita saat pandemi
Baca juga: BKKBN: Capaian layanan posyandu rendah di masa pandemi COVID-19
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021