Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Idris Laena menilai amendemen UUD NRI 1945 tidak mendesak untuk dilakukan karena Indonesia sedang berjuang mengatasi pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
"Fraksi Golkar berpendapat tidak mendesak dilakukan amendemen UUD NRI 1945. Pemerintah saat ini sedang fokus mengatasi pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional," kata Idris Laena kepada Antara di Jakarta, Rabu.
Dia menilai lebih baik MPR RI fokus membantu pemerintah dalam mengatasi pandemi COVID-19 daripada melakukan amendemen UUD NRI 1945.
Idris menegaskan bahwa wacana amendemen UUD NRI 1945 yang disampaikan Pimpinan MPR RI belum merupakan representasi sikap lembaga MPR.
"Terkait wacana amendemen yang disampaikan Pimpinan MPR RI, itu belum merupakan representasi dari lembaga MPR," ujarnya.
Dia mengatakan, Pimpinan MPR belum mengadakan Rapat Gabungan dengan Pimpinan Fraksi-Fraksi yang menjadi forum menyampaikan sikap resmi fraksi-fraksi dan kelompok DPD RI.
Baca juga: F-NasDem: Belum ada urgensi amendemen UUD RI 1945
Baca juga: Akademisi UII: Wacana PPHN dalam UUD 1945 anulir sistem presidensial
Baca juga: Sikap PDIP dan Gerindra soal amendemen UUD 1945
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan keputusan akhir apakah perlu dilakukan amendemen terbatas UUD 1945 untuk mengembalikan kewenangan MPR menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), tergantung pada dinamika politik dan para pimpinan partai politik untuk mengambil keputusan.
"Apakah akan dilakukan amendemen terbatas, ini tergantung dinamika politik dan 'stakeholder' di gedung parlemen ini yaitu pimpinan partai politik, lalu para cendekiawan, akademisi, dan praktisi yang dapat mewujudkan itu semua," kata Bamsoet usai menghadiri peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun Ke-76 MPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, sikap pimpinan partai politik akan tercermin dari para anggotanya di parlemen yaitu di DPR dan Badan Pekerja MPR RI. Dia mengatakan, saat dirinya baru menjadi Ketua MPR melakukan kunjungan ke pimpinan partai politik dan banyak masukan yang diterimanya.
Bamsoet mengatakan, banyak harapan yang menginginkan agar MPR menyikapi berbagai aspirasi masyarakat yang berkembang yaitu arus besar yang mendorong agar MPR memiliki kembali kewenangan menetapkan PPHN.
Menurut dia, selama ini PPHN hanya diatur dalam sebuah UU dan rekomendasi MPR periode 2014-2019 meminta periode 2019-2024 mendorong agar PPHN memiliki payung hukum lebih kuat yaitu melalui Ketetapan MPR.
"Payung hukum PPHN melalui TAP MPR RI itu agar semua patuh dan tidak bisa 'diterpedo' oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)," katanya.
Bamsoet menjelaskan, arus besar tersebut menginginkan agar bangsa Indonesia memiliki arah dan bintang pengarah dalam jangka panjang.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021