Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menilai Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) perlu mengatur upaya preventif sebagai langkah pencegahan tindak kekerasan seksual.
Dia menilai kalau RUU PKS hanya fokus atau membebankan pada negara terkait upaya perlindungan dan tindakan penegakan hukum kepada negara, maka implementasi aturan tersebut tidak akan berjalan maksimal.
"Ke depan saya berharap urgensi RUU PKS ini bisa akomodir untuk upaya preventif (pencegahan terjadinya kekerasan seksual)," kata Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Hal itu, ia katakan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg dengan Aliansi Pekerja/Buruh Garmen Alas Kaki dan Tekstil Indonesia (APBGATI) terkait RUU PKS.
Baca juga: Baleg setujui harmonisasi RUU Kejaksaan
Supratman mengaku setuju kalau negara dibebani tanggung jawab memberikan perlindungan terhadap warga negara terutama bagi perempuan dari tindak kekerasan seksual.
Namun, menurut dia, perlindungan itu dalam kondisi sudah terjadi kekerasan sehingga dibutuhkan upaya preventif atau pencegahan terjadinya kekerasan seksual tersebut.
"Saya khawatir negara tidak mampu kalau semua persoalan di republik ini bicara perlindungan dan tindakan penegakan hukum. Karena kasus pidana di Indonesia sangat banyak, sedangkan jumlah aparat penegak hukum terbatas," ujarnya.
Dia menegaskan bahwa dalam rangka perlindungan melalui upaya preventif tersebut lebih baik dititikberatkan pada peran keluarga untuk mengedukasi sebelum terjadinya tindak kekerasan seksual.
Menurut dia, apabila peran keluarga tidak dilibatkan maka upaya pencegahan tindak kekerasan seksual akan berjalan sia-sia.
Baca juga: Ketua Baleg pastikan klaster pendidikan dan pers ditarik dari RUU CK
"Karena segala perilaku dan tindakan seorang akan ditentukan bagaiamana keluarganya berperan mengedukasi dan menciptakan pemahaman terkait hak serta kewajiban untuk melindungi hak perempuan," katanya.
Dalam RDPU tersebut, perwakilan APBGATI Ary Joko mengatakan pihaknya mendukung DPR dan pemerintah segera menyelesaikan pembahasan RUU PKS.
Dia menjelaskan RUU tersebut sangat diperlukan sebagai upaya perlindungan terhadap keselamatan para pekerja khususnya perempuan dari kekerasan seksual di tempat kerja.
"Para pekerja di sektor industri tekstil dan garmen sebanyak 90 persen adalah perempuan sehingga agar tidak terjadi 'bom waktu' terjadinya pelanggaran maka kami mendorong DPR dan pemerintah mengesahkan RUU PKS sebagai payung hukum perlindungan bagi pekerja," ujarnya.
Menurut dia, RUU PKS diharapkan dapat menjadi payung hukum yang memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para pekerja sebagai bentuk proteksi sehingga bisa bekerja dengan tenang tanpa khawatir terjadi tindak kekerasan seksual di tempat kerja.
Baca juga: Panja RUU Cipta Kerja selesai pembahasan DIM tingkat II
Dia berharap RUU PKS selain memberikan kepastian hukum, diharapkan memberikan sanksi pidana yang bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak kekerasan seksual.
"Kami berharap RUU ini juga memberikan pembinaan dan pendampingan bagi para korban kekerasan seksual sehingga diharapkan pemerintah menyiapkan tempat rehabilitasi untuk memulihkan kondisi mental korban," ujarnya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021