"Ini berarti belanja mitigasi kementerian/lembaga kita selama ini baru menutupi 21 persen dari kebutuhan pendanaan untuk bisa mencapai komitmen Paris atau Net Zero Emission untuk 2060," ucap Sri Mulyani dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis.
Maka dari itu, ia berpendapat APBN tidak bisa membiayai sendiri komitmen perubahan iklim tersebut, sehingga dibutuhkan mobilisasi dana yang berasal dari swasta, baik domestik maupun global.
Baca juga: Menkeu: Penurunan emisi karbon RI sangat ditentukan lima sektor
Dengan demikian, pemerintah akan terus memformulasikan kebijakan-kebijakan yang mampu untuk menarik lebih banyak investasi untuk membangun sektor-sektor utama penentu perubahan iklim yakni kehutanan, energi dan transportasi, limbah, pertanian, serta industri, agar tetap bisa memenuhi target penurunan CO2.
Bendahara Negara menegaskan reformasi melalui Omnibus Law Cipta Kerja yang mengubah iklim investasi tentunya akan banyak memberikan dampak positif bagi Indonesia untuk bisa menarik investasi dan teknologi di bidang pembangunan berkelanjutan.
"Apakah itu proyek hijau maupun berbagai proyek baik untuk mitigasi maupun adaptasi, sehingga langkah-langkah ini akan bisa terus memenuhi komitmen Indonesia secara kredibel," ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Airlangga: Perubahan iklim dan ketimpangan masih jadi tantangan 2045
Selain itu, ia menjelaskan berbagai instrumen fiskal kita seperti tax holiday, tax allowance, dan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berhubungan dengan proyek hijau juga masih diberikan.
Adapun di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terdapat budget tagging untuk perubahan iklim sebesar 4,1 persen setiap tahunnya sejak 2016 hingga 2020.
Beberapa pemerintah daerah sejak 2019 juga sudah mulai menandai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membantu komitmen Indonesia untuk mengatasi perubahan iklim tersebut.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021