• Beranda
  • Berita
  • OJK susun panduan manajemen risiko terkait perubahan iklim

OJK susun panduan manajemen risiko terkait perubahan iklim

26 Agustus 2021 14:54 WIB
OJK susun panduan manajemen risiko terkait perubahan iklim
Tampilan layar webinar Katadata SAFE Forum 2021 di Jakarta, Kamis (26/8/2021). ANTARA/HO-Katadata.

OJK akan memasukkan risk management on climate change ini sebagai salah satu basis dalam pengawasan lembaga keuangan dan perbankan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyusun panduan manajemen risiko terkait perubahan iklim, yang akan mewajibkan semua pelaku sektor jasa keuangan mempunyai pedoman internal terkait dengan kebijakan keuangan berkelanjutan.

"OJK akan memasukkan risk management on climate change ini sebagai salah satu basis dalam pengawasan lembaga keuangan dan perbankan," kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam rilis acara webinar Katadata SAFE Forum 2021 di Jakarta, Kamis.

Ia memaparkan rencana itu merupakan bagian dari peta jalan atau Roadmap Keuangan Berkelanjutan tahap II (2021-2025) yang telah disusun OJK sebagai upaya untuk mendorong ekonomi berkelanjutan melalui inisiatif keuangan berkelanjutan.

Menurut Wimboh, inisiatif keuangan berkelanjutan sudah harus dilakukan, karena jika tidak dilakukan maka akan ada biaya yang lebih mahal yang harus dibayarkan. "Karena itu, lebih bagus kita bersiap dari pada nanti cost-nya cukup besar bagi generasi ke depan," ujarnya.

Ia juga mengapresiasi para pelaku sektor keuangan yang telah menjadi pelopor pembiayaan berkelanjutan atau green financing di Indonesia, antara lain PT SMI yang telah menerbitkan obligasi hijau (green bond) sebesar Rp500 miliar, Bank BRI yang menerbitkan sustainability green bond sebesar 1,92 miliar dolar AS, dan Bank Mandiri dengan green bond senilai 300 juta dolar AS.

Salah satu perbankan yang juga telah menjalankan komitmen untuk mengedepankan pendanaan hijau atau berkelanjutan di Indonesia, adalah Bank DBS Indonesia. Menurut Corporate Banking Director PT Bank DBS Indonesia Kurnady Lie, pihaknya pada tahun 2021, DBS secara keseluruhan telah membiayai 9,6 miliar dolar Singapura dengan skema pembiayaan hijau.

Bahkan, ungkap Kurnady Lie, DBS menargetkan untuk menggelontorkan sustainable financing ini sebesar 50 miliar dolar Singapura pada 2024.

"Untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia, tahun lalu DBS telah membantu perusahaan di bidang geothermal dengan menerbitkan green bond sebesar Rp 500 miliar lebih. Awal tahun ini kita juga membantu sebuah perusahaan pakan ternak dengan menerbitkan sustainability link bond sebesar 350 juta dolar AS," paparnya.

Pembicara lainnya yaitu Presiden Direktur PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Edwin Syahruzad menjelaskan bahwa sebagai lembaga keuangan pihaknya selalu berusaha memanfaatkan sumber-sumber pendanaan, salah satunya pasar modal.

Edwin memaparkan bahwa upaya SMI menerbitkan obligasi hijau pertama di Indonesia pada 2018 merupakan bagian dari upaya diversifikasi sumber-sumber pendanaan.

“Hasilnya memang tidak besar, penerbitan pertama Rp 500 miliar. Tapi itu akan mendorong kami untuk melakukan penyaluran pembiayaan ke arah proyek-proyek yang sifatnya lebih ramah lingkungan,” ujar Edwin.

Hasil obligasi hijau 2018 dari SMI itu telah digunakan untuk proyek-proyek ramah lingkungan, seperti pembangunan pembangkit listrik minihidro Tunggang di Bengkulu, dan di Lubuk Gadang yang telah rampung. Selain itu, ada pula untuk proyek transportasi LRT Jabodebek yang diperkirakan usai pada pertengahan 2022.

Baca juga: Pemerintah libatkan lembaga keuangan danai proyek energi hijau
Baca juga: Menkeu: Pendalaman sektor keuangan ciptakan ekonomi berkelanjutan
Baca juga: OJK bentuk satgas percepat implementasi keuangan berkelanjutan

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021