Direktur Penghimpun Dana BPDPKS Sunari di Jakarta, Kamis mengatakan, ada empat aspek yang diperlukan dalam menjalankan program PSR yakni legalitas, produktivitas, keberlanjutan dan sertifikasi ISPO.
"BPDPKS berperan dalam penyaluran dana, namun dari sisi regulasi dan kewenangan berada di Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian," ujarnya.
Baca juga: Dukung pemerintah, GAPKI bentuk Satgas Percepatan PSR
Target PSR 180.000 hektare (ha) tahun ini masih jauh dari target keseluruhan, lanjutnya, hal ini bukan hanya tanggung jawab BPDPKS atau Dirjen Perkebunan, namun semua stakeholder.
"Hingga 20 Agustus 2021 BPDPKS menyalurkan dana PSR sebesar Rp6,232 triliun, mencakup luas areal 230.472 ha," katanya dalam webinar Suara Agrina "Efektivitas Kemitraan Mendukung Peremajaan Sawit Rakyat".
Dia mengakui adanya sejumlah kendala di lapangan seperti kurangnya sumber daya dalam melakukan profiling kelembagaan tani, pendataan pekebun, pemetaan unit pengolahan hasil, serta target pasar pada tahapan persiapan peremajaan.
Kemudian kurangnya verifikasi atau double check usulan PSR sehingga terjadi beberapa permasalahan seperti lahan masuk kawasan hutan, beririsan dengan lahan HGU, dan kemungkinan double financing untuk bidang lahan yang sama.
Baca juga: Pemerintah dorong BPDPKS capai target peremajaan sawit rakyat
Menteri Pertanian periode 2000-2004 Bungaran Saragih menambahkan, kemajuan industri sawit itu salah satunya karena adanya kemitraan.
Menurut diak Kemitraan membuat efektif dalam mengembangkan industri sawit nasional dan tantangan ke depan adalah membangun kemitraan yang efisien.
"Kalau kita hanya efektif mencapai tujuan, tetapi tidak efisien akan mendapatkan masalah besar pada masa mendatang yakni bisa dikalahkan oleh negara lain menanam sawit atau dikalahkan oleh minyak nabati lain. Kemitraan membuat kita menjadi raja sawit dunia," ujarnya.
Perkebunan sawit rakyat sebagian besar usianya di atas 25 tahun, maka harus segera direplanting, lanjut Bungaran, dan program peremajaan sawit rakyat sangat penting sekali.
Perwakilan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Mula Putra mengatakan, pemerintah mendorong program PSR seluas 2,8 juta ha termasuk perkebunan plasma dan swadaya 2,29 juta ha, plasma PIR Bun 0,14 juta ha dan PIR Trans serta KPPA 0,37 juta ha.
Ia menyebutkan, program ini mulai dijalankan tahun 2017 dan ditargetkan tiga tahun mendatang mencapai 540.000 ha, mencakup 21 provinsi dan 107 kabupaten kota di Indonesia.
“Ditjenbun telah melaksanakan simplikasi persyaratan untuk mempermudah pekebun memperoleh dana BPDPKS, namun tidak mengurangi tata kelola dari penggunaan dana itu sendiri,” katanyaa.
Kemudian pelibatan pihak surveyor telah diterapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian No.15 Tahun 2020. Adapun rekomendasi teknis (rekomtek) Program PSR tahun 2017 hingga 24 Agustus 2021 mencapai 238.049 ha. Sementara itu, realisasi tanam seluas 127.818 ha.
Menurut Mula, realisasi tanam tidak sesuai rekomtek karena adanya perkembangan musim tanam dan penyediaan benih.
Tantangan PSR diantaranya legalitas lahan petani yang menjadi modal utama dalam melakukan PSR belum bersertifikat, tambahnya, lahan tersebut juga berada di kawasan hutan dan ini banyak dtemukan pada saat melakukan verifikasi.
Pewarta: Subagyo
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021