• Beranda
  • Berita
  • Produksi vaksin asing di RI bisa kembangkan industri farmasi nasional

Produksi vaksin asing di RI bisa kembangkan industri farmasi nasional

26 Agustus 2021 19:16 WIB
Produksi vaksin asing di RI bisa kembangkan industri farmasi nasional
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti. ANTARA/Dokumentasi Pribadi

Akan lebih baik jika modelnya adalah kerjasama dengan perusahaan farmasi nasional yang ada, sehingga ada upaya untuk memaksa investor untuk transfer teknologinya juga

Rencana produksi berbagai vaksin asing di dalam wilayah Republik Indonesia dinilai berpotensi untuk mengembangkan industri farmasi nasional asalkan model bisnis yang diterapkan juga tepat dan ada proses transfer teknologinya.

"Dengan adanya upaya untuk membangun industri vaksin di Indonesia adalah suatu niat yang baik. Bisa jadi, dalam proses pembangunan industri vaksin ini ada proses transfer knowledge dan transfer teknologi, termasuk adanya kolaborasi dalam melakukan research and development yang pastinya sangat bermanfaat untuk Indonesia, khususnya dalam mengembangkan industri farmasi nasional," kata Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti ketika dihubungi di Jakarta, Kamis.

Seperti diketahui, pada April 2022, Indonesia akan memproduksi vaksin jenis mRNA yang dilakukan atas kolaborasi perusahaan Indonesia dengan perusahaan China.

Selain itu, terdapat kabar pula bahwa vaksin Sputnik asal Rusia juga bakal diproduksi di Tanah Air, juga bekerja sama dengan perusahaan Indonesia.

Namun, Rachmi juga mengingatkan bahwa belum terlalu terperinci mengenai bagaimana industri vaksin ini akan dibangun.

"Akan lebih baik jika modelnya adalah kerjasama dengan perusahaan farmasi nasional yang ada, sehingga ada upaya untuk memaksa investor untuk transfer teknologinya juga," katanya.

Ia mengemukakan, perlu dipahami bahwa situasi ketimpangan akses vaksin dan obat-obatan COVID-19 yang terjadi dikarenakan adanya kelangkaan pasokan akibat keterbatasan kapasitas produksi manufaktur.

Keterbatasan pasokan itu, ujar dia, dilatarbelakangi oleh praktek monopoli hak kekayaan intelektual yang enggan dibagi oleh perusahaan-perusahaan farmasi besar, seperti Pfizer, AstraZeneca, dan Moderna.

"Memang salah satu solusi untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan meningkatkan kapasitas produksinya yang tentunya membutuhkan lisensi dan sharing teknologi dan know how," paparnya.

Rachmi meyakini bahwa perusahaan-perusahaan farmasi nasional yang ada saat ini juga ada yang memiliki kemampuan jika didukung dengan teknologi yang tepat.

Baca juga: IGJ: Dorong industri farmasi nasional produksi vaksin
Baca juga: Pemerintah didesak rancang litbang kemandirian obat
Baca juga: Kemenperin perdalam struktur industri farmasi nasional

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021