Peningkatan kualitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dapat dilakukan melalui pembenahan tata kelola internal partai politik (parpol) yang menerapkan asas “good governance” atau tata kelola kelembagaan yang baik, kata pengamat politik.Ini jadi tidak sederhana, apalagi tren ke depan sudah telanjur mengalami korosi terus-menerus
“Pengelolaan itu gampang, pakemnya adalah good governance dalam pengelolaan partai politik,” kata pengamat politik CSIS J Kristiadi dalam sebuah acara diskusi virtual yang diikuti, di Jakarta, Senin.
J Kristiadi berpendapat peningkatan kualitas DPR RI termasuk para anggota dewan sebagai bagian dari institusi politik di Tanah Air harus dilakukan mengakar sampai ke internal partai politik.
Pasalnya, partai politik merupakan institusi yang menjadi ruang seleksi para calon anggota dewan yang nantinya mewakili kepentingan dan kehendak rakyat, kata Kristiadi.
Oleh karena itu, katanya lagi, asas tata kelola kelembagaan yang baik atau “good governance” harus menjadi pakem dalam pengelolaan internal partai politik.
Baca juga: NasDem rebut ketidakpercayaan masyarakat terhadap elite parpol
Namun, Kristiadi sangsi jika asas “good governance” dapat terwujud dalam tata kelola partai politik, apalagi jika banyak kepentingan elite dan pribadi yang jauh lebih kuat dibicarakan daripada kepentingan umum.
“Ini jadi tidak sederhana, apalagi tren ke depan sudah telanjur mengalami korosi terus-menerus, sehingga pemilu kita pun saat ini pakemnya sudah tidak ada, apalagi pilkada (pemilihan kepala daerah, Red.) ini sudah awut-awutan,” ujar Kristiadi.
Dengan demikian, ia meyakini evaluasi dan kritik secara terus-menerus penting untuk mengingatkan para elite partai politik dan wakil rakyat bahwa mereka perlu memperbaiki diri.
“Para wakil (rakyat) ini, jangan lupa, mereka (mengemban) suara rakyat yang ilahiah. Mereka juga diganjar derajat kehormatan, martabat, utilitas politik, kekuasaan mengatur rakyat. Ini perlu direnungkan yang namanya suara rakyat, suara Tuhan,” kata pengamat politik CSIS itu pula.
Pasalnya, frasa “Suara Tuhan” dalam pepatah “Suara Rakyat, Suara Tuhan” memuat makna jeritan, keluhan, keinginan rakyat yang dititipkan ke para anggota MPR/DPR dan DPD sebagai penerima derajat kemuliaan dan berbagai kewenangan mengatur rakyat, ujar dia.
“Ini perlu jadi refleksi anggota DPR, DPD. (Terpilih sebagai wakil rakyat) itu bukan sesuatu yang sembarangan, tetapi tatarannya sudah ilahiah,” kata Kristiadi pada sesi diskusi yang digelar oleh Formappi itu pula.
Baca juga: Presiden Jokowi: Pemerintah siap diawasi masyarakat saat tangani COVID
Baca juga: Aksi tunggal warga Solo memprotes elite parpol minta jatah menteri
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021