Wakil Ketua DPR, Abdul Muhaimin Iskandar, menyatakan, akan terus berjuang bagi kesejahteraan masyarakat Papua, katanya saat melakukan safari Politik Kesejahteraan bersama Masyarakat Papua secara virtual.
"Secara bersama-sama, seluruh aspirasi yang disampaikan akan kami perjuangkan di DPR. Saya akan terus berjuang bagi kesejahteraan Papua. Hati saya selalu bersama-sama masyarakat Papua," kata dia, dalam keterangan yang diterima Selasa.
Ia mengatakan terdapat dua hal mendasar untuk membangun Papua pada masa depan.
Baca juga: Hari Hutan Hujan Dunia, hutan Papua benteng terakhir masa depan
Pertama, pembangunan harus berpijak dan berlandaskan pada pendekatan kebudayaan dengan nilai, tradisi, etika, norma, budaya, hukum adat serta aturan khusus yang dimiliki masyarakat Papua, katanya.
"Jalan kebudayaan akan mampu membangun kohesivitas dan solidaritas sosial, menjadikan masyarakat asli Papua merasa memiliki dan tidak terasing di tanah kelahiranya," kata dia.
Kedua, lanjutnya, masa depan Papua hanya bisa diwujudkan dengan transformasi pembangunan dari yang bersifat eksklusif menjadi inklusif.
Baca juga: Wakil ketua DPR sebut UU Otsus baru beri harapan baru untuk Papua
Pendekatan ekslusif di masa lalu, menurut dia, telah menciptakan pertumbuhan yang buruk dan mengarah pada pengucilan atau ekslusi sosial masyarakat Papua sendiri.
"Pembangunan inklusif di Papua adalah sebuah model pembangunan yang dalam pelaksanaannya harus melakukan dua hal sekaligus, yakni pelaksanaan demokrasi langsung dan distribusi infrastruktur sosial," katanya.
Baca juga: Tokoh Papua minta Kemendagri bantu tuntaskan dualisme Sekda Papua
Dalam acara tersebut, Wakil Bupati Jayapura, Giri Wijayantoro, mengatakan, kendala infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan pertanian di daerahnya.
"Pendidikan, kesehatan dan pertanian masih sangat terkendala. Pembangunan infrastruktur jalan dari ibu kota kabupaten ke ibu kota kecamatan belum terakses. Dari distrik ke kampung-kampung juga belum terakses," katanya.
Selain itu, dia mengatakan banyak anak-anak warga Jayapura terpaksa harus sekolah di kota yang jauh karena tidak adanya fasilitas pendidikan di kampung-kampung. "Banyak anak disekolahkan di kota karena tidak ada layanan pembangunan pendidikan di kampung," ujarnya.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021