"BRIN seyogyanya berperan sebagai funding agency dan tidak mengintegrasikan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi," kata Ketua AIPI Satryo Soemantri Brodjonegoro, dalam webinar Uji Materi Regulasi BRIN di Jakarta, Selasa.
AIPI menuturkan BRIN sebaiknya tidak melaksanakan kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), sementara kegiatan iptek dilakukan oleh lembaga iptek.
Menurut Satryo, fungsi integrasi BRIN dapat dilakukan dengan mekanisme pendanaan yang berbasis usulan atau kompetisi antarlembaga iptek, dengan memasukkan kriteria kolaborasi sebagai salah satu faktor penentu.
"Cara mengintegrasi yang dilakukan BRIN adalah dengan memberikan alokasi dana sesuai dengan tugasnya," ujar Satryo.
Dengan demikian, dana penelitian dan pengembangan akan termanfaatkan dengan maksimal.
Menurut Undang-undang 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek), kelembagaan iptek adalah entitas yang sudah membentuk hubungan antara organisasi dan/atau sekelompok orang untuk bekerja sama dalam kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan/atau penerapan iptek.
AIPI merekomendasikan kelembagaan yang menjamin ekosistem iptek dan inovasi yang baik adalah lembaga yang otonom atau independen dan akuntabel sehingga objektif dan selalu mengedepankan kebenaran ilmiah serta etika, serta mempunyai tata kelola yang baik sesuai visi dan misinya.
Sebagai lembaga yang otonom atau independen dan akuntabel, kata Satryo, maka dukungan pemerintah diberikan sesuai dengan kinerja dan capaian serta reputasinya.
Satryo menuturkan dana riset dan pengembangan yang dialokasikan untuk lembaga iptek sesuai hasil seleksi BRIN, seharusnya dalam bentuk hibah multitahun yang fleksibel, bukan dalam bentuk anggaran belanja tahunan yang terkunci.
Pada kesempatan itu, kuasa hukum pengaju uji materi ke Mahkamah Konstitusi Wasis Susetio mengatakan dua peneliti resmi mengajukan uji materi Pasal 48 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ke Mahkamah Konstitusi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kepastian tafsir makna "integrasi" di pasal itu.
Wasis menuturkan uji materi itu sudah diajukan dan masuk ke Mahkamah Konstitusi pada 16 Agustus 2021.
Pemerintah, lewat Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 tentang BRIN memaknai "integrasi" itu sebagai "peleburan", baik empat lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) bidang iptek, yakni Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) maupun badan penelitian dan pengembangan di 48 kementerian/lembaga.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan BRIN sudah memulai langkah integrasi dengan pengalihan peneliti atau perekayasa ke BRIN.
Sebelumnya, BRIN menargetkan konsolidasi lembaga riset pemerintah utama pada 1 Januari 2022. BRIN akan melakukan konsolidasi sumber daya iptek yang mencakup manusia, infrastruktur dan anggaran untuk meningkatkan critical mass, kapasitas dan kompetensi riset Indonesia untuk menghasilkan invensi dan inovasi sebagai fondasi utama "Indonesia Maju 2045".
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan dengan integrasi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan sejumlah unit penelitian dan pengembangan dari kementerian/lembaga ke BRIN, diharapkan dapat melakukan percepatan untuk meningkatkan hasil invensi dan inovasi untuk mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Integrasi tersebut akan menyebabkan kapasitas dan kompetensi yang jauh lebih besar untuk bisa memberikan dukungan dan fasilitasi untuk memecahkan berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi para periset Indonesia dalam melakukan aktivitas riset sehingga para periset akan mampu memberikan berbagai solusi sesuai harapan masyarakat dan negara.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021