Bersama Ubitricity, sebuah perusahaan stasiun pengisian kendaraan listrik yang diakuisisi pada Februari, Shell menjalankan rencana tersebut.
“Perusahaan ingin memberi opsi pengisian EV yang dapat diakses untuk pengemudi di seluruh Inggris, sehingga lebih banyak pengemudi yang beralih ke kendaraan listrik,” kata Wakil Presiden Pemasaran Ritel dan Kepala Shell, David Bunch, sebagaimana laporan Financial Times pada Rabu.
Baca juga: Shell masih tunggu perkembangan EV di Indonesia untuk bangun SPKLU
Analis energi di Bernstein, Oswald Clint, memperkirakan total biaya 50.000 titik pengisian daya tersebut berkisar antara 150 juta dolar AS (Rp2 triliun) hingga 250 juta dolar AS (Rp3,5 triliun) berdasarkan harga rata-rata per unit dari 3.000 dolar AS (Rp42,8 juta) sampai 5.000 dolar AS (Rp71 juta).
Reuters pada Rabu menyebutkan bahwa ekspansi yang dilakukan Shell merupakan bagian dari rencana yang didukung pemerintah agar lebih cepat menambah jumlah kendaraan listrik untuk mencapai target pengurangan emisi karbon hingga nol pada tahun 2050.
Selain itu, Inggris juga berencana untuk melarang penjualan mobil bensin dan diesel baru pada tahun 2030.
Menurut laporan pemerintah Inggris, 280.000 hingga 480.000 titik pengisian EV akan dibutuhkan di Inggris pada tahun 2030. Saat ini Inggris telah memiliki 25.000 tempat pengisian EV.
Untuk mendukung perluasan titik pengisian tersebut, Shell berencana untuk membantu pihak berwenang setempat membiayai pembangunannya.
Shell juga berencana untuk mengembangkan lokasi pengisian EV secara global menjadi 500.000 titik pada tahun 2025 dari 60.000 titik yang ada pada saat ini sebagai bagian dari strategi perusahaan untuk mencapai nol emisi bersih pada pertengahan abad ini.
Baca juga: Shell dukung penanganan pandemi lewat donasi konsentrator oksigen
Baca juga: Lima tim Indonesia juarai rangkaian Shell Eco-Marathon Virtual League
Baca juga: Shell dukung pemerintah sediakan SPKLU
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021