Masyarakat adat MOI dari marga Malaseme melakukan memasang palang pekuburan COVID-19 secara adat untuk menuntut pemerintah daerah setempat melakukan pembayaran ganti rugi hak tanah tersebut.Kami meminta agar Pemerintah Kota Sorong duduk bersama dengan kami sebagai pemilik ulayat untuk membicarakan hak-hak kami yang harus dibayar dan barulah aktivitas pemakaman COVID-19 bisa dilanjutkan
Pemilik Hak Ulayat Absalom Malaseme saat ditemui di Sorong, Kamis, mengatakan bahwa pemasangan palang adat tersebut sebagai bentuk peringatan masyarakat adat bagi Pemerintah Kota Sorong bahwa ada hak masyarakat yang belum diselesaikan.
Dia mengatakan bahwa pemerintah melakukan pemakaman jenazah COVID-19 di atas tanah adat marga Malaseme tanpa ada pembicaraan atas hak tanah tersebut.
Karena itu, kata dia, marga Malaseme sebagai pemilik tunggal hak ulayat melakukan pemasangan palang adat atas tanah tersebut dan menuntut ganti rugi.
"Kami meminta agar Pemerintah Kota Sorong duduk bersama dengan kami sebagai pemilik ulayat untuk membicarakan hak-hak kami yang harus dibayar dan barulah aktivitas pemakaman COVID-19 bisa dilanjutkan," katanya.
Dia mengatakan bahwa palang adat tersebut memiliki arti mendalam, yakni siapa yang sengaja memindahkan bambu serta kain merah simbol palang adat tersebut akan mendapat malapetaka.
"Jadi jangan sekali-kali ada pilihan lain memindahkan simbol tersebut tanpa ada persetujuan dari masyarakat adat pemilik wilayah," katanya.
Ditambahkan bahwa sesuai dengan kesepakatan masyarakat adat pemilihan wilayah marga Malaseme, maka pemerintah daerah harus membayar Rp28 miliar atas tanah pekuburan COVID-19 itu, demikian Absalom Masaleme.
Baca juga: Pemkot Sorong umumkan hasil CPNS orang asli suku MOI
Baca juga: Hadiah Bumi untuk cinta Suku Moi Kelim pada hutan dan lautnya
Baca juga: Tradisi tato Suku Moi Papua Barat mulai luntur
Pewarta: Ernes Broning Kakisina
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021