investor harus tetap memperdalam literasi dan edukasi terkait dengan pasar modal sebelum berinvestasi di saham-saham unicorn tersebut
Investor ritel di pasar modal diminta tetap berhati-hati dalam berinvestasi pada saham perusahaan rintisan berbasis teknologi digital dengan valuasi lebih dari 1 miliar dolar AS atau disebut unicorn, karena memiliki karakteristik bisnis yang berbeda perusahaan lainnya.
“Kita harus berhati-hati sebelum membeli saham unicorn. Kalau sudah memutuskan masuk ke saham IPO, apalagi unicorn, potensi fluktuasinya sangat tinggi. Tidak hanya saham unicorn, investor juga harus menyiapkan dana besar sesuai dengan konsekuensi,” kata CEO Coffeemeetstock, Theo Derick, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Menurutnya, hadirnya perusahaan unicorn bahkan decacorn menjadi peluang tersendiri bagi investor pasar modal untuk berinvestasi di saham-saham unicorn. Apalagi, fenomena penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO) perusahaan unicorn diprediksi akan berkembang ke depannya.
Tetapi, investor harus tetap memperdalam literasi dan edukasi terkait dengan pasar modal sebelum berinvestasi di saham-saham unicorn tersebut.
Ia menjelaskan, perusahaan unicorn memiliki pendekatan yang berbeda dari perusahaan-perusahaan lain yang sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ia menambahkan, perusahaan teknologi digital melihat prospek dan pertumbuhan di masa depan.
Untuk itu tambah Theo, sebelum membeli saham perusahaan unicorn, investor ritel tetap bisa melihat prospektus perusahaan di laman BEI. Selain itu, secara taktikal investor ritel bisa melakukan penyesuaian budget sekitar 10-20 persen dari dana investasi untuk belajar dan melihat perkembangan dan mendukung perusahaan teknologi digital di Indonesia.
“Setelah dana anggaran sudah tersedia, kemudian lihat performanya perusahaan dalam setahun. Setelah laporan keuangan perusahaan diumumkan, maka bisa dilanjutkan dengan penilaian terhadap bagaimana perusahaan mengelola dana hasil IPO, apakah akan menambah investasi atau tidak,” katanya.
Sebelumnya, pada Selasa (10/8), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan beberapa perusahaan startup berstatus unicorn dan decacorn dalam waktu dekat akan melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia.
"Dengan masuknya unicorn dan decacorn ke bursa saham domestik tentu akan berpotensi mendongkrak market cap saham emiten di BEI dan menarik lebih banyak investor, termasuk investor asing. Masuknya perusahaan-perusahaan startup tersebut juga diprediksi bakal lebih menggairahkan perdagangan saham di bursa dalam negeri," ujar Hoesen.
Perusahaan startup yang telah berhasil melakukan IPO adalah PT Bukalapak dengan melepas sahamnya sebanyak 25,7 miliar saham dengan total nilai IPO sebesar Rp21,9 triliun.
Menurut catatan, setelah Bukalapak, perusahaan GoTo yang merupakan entitas gabungan Gojek dan Tokopedia dikabarkan akan menyusul untuk melakukan IPO pada tahun 2021. Selain GoTo yang berstatus decacorn, empat unicorn dan lima centaur (calon unicorn) juga disebut tengah bersiap melantai juga di bursa antara lain Traveloka, JD.ID, J&T Express, dan OVO.
Sementara jumlah perusahaan centaur mencapai 27 perusahaan beberapa di antaranya adalah Halodoc, Dana, Modalku, Ralali, Akulaku, Kredivo, dan Blibli.
Decacorn merupakan perusahaan startup yang memiliki valuasi 10-100 miliar dolar AS. Sedangkan unicorn adalah perusahaan startup yang memiliki valuasi 1-10 miliar dolar AS, dan centaur adalah perusahaan startup dengan valuasi 100 juta dolar AS sampai 1 miliar dolar AS.
Baca juga: Investor ritel disarankan pahami risiko investasi di saham unicorn
Baca juga: IFSoc: Penerapan SHSM diperlukan untuk dukung unicorn IPO
Baca juga: OJK: Pasar modal himpun dana Rp136,9 triliun, tumbuh 199 persen
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021