Baijiazhuang, salah satu ruas tersibuk di ibu kota China, menghubungkan jalur lalu lintas menuju kompleks diplomatik, distrik bisnis terpadu Chaoyang, kampung mode internasional Sanlitun, dan area komersial lainnya.
Namun pada pagi itu, keramaian bukan disebabkan oleh orang-orang yang akan bekerja di gedung-gedung perkantoran, melainkan oleh para orang tua yang mengantarkan anak-anaknya ke sekolah.
Rabu pagi itu adalah hari pertama masuk sekolah setelah hampir dua bulan menjalani libur akhir semester.
Tahun ajaran di China dimulai setelah libur musim panas yang merupakan musim libur terpanjang.
Pada tahun ajaran baru ini suasananya sangat berbeda dengan tahun-tahun ajaran baru sebelumnya.
Murid-murid sekolah dasar hingga menengah di China tidak lagi harus bangun pagi-pagi.
Per 1 September 2021, jam pelajaran di sekolah baru dimulai pada pukul 08.20 atau lebih lambat satu jam dari sebelumnya.
Bagaimana jika murid datang lebih awal mengingat kebiasaan warga China berangkat kerja sekalian mengantarkan anaknya ke sekolah? Jawabannya, tentu tidak masalah.
Pantas saja jika anak-anak tampak riang menyambut hari pertama sekolah pada Rabu pagi itu.
Baca juga: Beijing larang buku ajar asing di sekolah umum
Keceriaan mereka tidak berhenti di situ. Beberapa anak dengan syal atau hasduk merah di leher digandeng orang tua masing-masing sambil menyusuri Jalan Baijiazhuang.
Dengan riang, anak-anak itu menceritakan pengalaman mereka di hari pertama masuk sekolah.
Mereka memang pulang dua jam lebih lambat, tapi mereka senang bukan main.
Bagaimana tidak , berangkat dan pulang sekolah mereka bisa bersama-sama dengan orang tua.
Jam sekolah diundur bukan berarti jam pulang juga harus mundur. Jam pelajaran memang baru dimulai pada pukul 08.20, tapi jam pulang tetap pukul 16.00.
Kenapa mereka bisa terlambat pulang dua jam seperti sekawanan anak-anak bersama para orang tuanya di Baijiazhuang tadi?
Ternyata, mereka diperbolehkan tinggal di sekolah hingga dua jam untuk menunggu dijemput para orang tuanya.
Kegembiraan anak-anak usia sekolah belum berhenti di situ.
Ada kado yang tidak kalah menariknya dari otoritas setempat, spesial bagi anak didik.
Mereka sudah tidak lagi dibebani dengan banyak tugas dan pekerjaan rumah (PR) seperti tahun-tahun sebelumnya.
Dulunya tugas dan PR ini sangat membebani, tidak hanya bagi anak sekolah, tapi juga para orang tua atau wali murid atau pengasuh di rumah.
Baca juga: China larang kurikulum asing, kepemilikan di beberapa sekolah swasta
Guru tidak saja memberikan tugas atau PR kepada anak didiknya, melainkan juga memerintahkan para orang tua untuk membantu mengingatkan dan mengoreksi PR anaknya.
Bayangkan, betapa sibuknya anak dan orang tua pada malam hari. Pulang sekolah bukan beristirahat, malah mengerjakan tugas dan PR yang bejibun itu. Sementara para orang tua yang baru saja lepas dari tuntutan pekerjaan harus dihadapkan pada tugas dan PR anak-anaknya yang kadang tidak gampang diselesaikan.
Demikian pula dengan ujian yang kini hanya dilakukan pada akhir semester sesuai regulasi baru. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, di mana ujian digelar berulang kali dalam satu semester.
Para pengajar di China tidak diizinkan untuk memberikan tugas, les, atau tutorial lainnya di luar hari Senin-Jumat, pada libur akhir pekan, libur musim panas, libur musim dingin, dan hari libur lainnya.
Kemudahan-kemudahan yang diberlakukan mulai 1 September itu merupakan kado istimewa dari Komite Sentral Partai Komunis China (CPC) dan Dewan Negara setempat yang dipersiapkan sejak 24 Juli lalu.
Tanpa Beban
Tentu saja kebijakan baru tersebut memberikan angin segar bagi dunia pendidikan di China yang selama ini dikenal sangat ketat dan disiplin dalam memberikan pengajaran, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Anak didik pun tidak lagi merasa tertekan, bahkan sampai depresi, karena pelajaran yang diberikan guru-guru mereka.
Sudah bukan rahasia lagi kalau di China anak-anak sejak usia dini sudah dihadapkan pada berbagai ajang kompetisi yang ketat.
Baca juga: Orang tua di China dilarang beri nilai PR anaknya
Kalau ingin mengalahkan orang lain harus dimulai pada usia dini, mulai dari menempatkan anak-anak di taman kanak-kanak yang bagus, diterima di sekolah favorit, hingga mendapatkan tempat di jajaran perguruan tinggi elite.
Hal inilah yang memotivasi para orang tua di China untuk memaksa anaknya mengikuti berbagai kelas pelatihan di luar jam sekolah agar kelak memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif dalam dunia kerja.
Oleh sebab itu pula, kebijakan memiliki anak lebih dari satu tidak banyak mendapatkan respons positif dari publik.
"Punya satu anak saja biayanya sudah mahal untuk sekolah dan kursus-kursus, bagaimana mau punya dua anak atau lebih?" kata seorang perempuan warga Beijing yang anaknya menuntut ilmu di sekolah internasional di kawasan Fangcaodi dalam suatu obrolan ringan bersama ANTARA belum lama ini.
Beberapa pihak meragukan kebijakan pemerintah tersebut bisa menjawab tantangan masa depan mengingat sistem pendidikan yang selama ini dianggap berhasil menciptakan generasi yang kompeten dan kompetitif di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu.
"Regulasi tersebut secara substansial bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan dalam sistem pendidikan yang selama ini tidak dapat dipertanggungjawabkan," kata Kepala Biro Supervisi Pendidikan pada Kementerian Pendidikan China (MoE) Tian Zumeng menjawab keraguan sejumlah kalangan.
Dalam jumpa pers pada Rabu (1/9) itu, dia mengatakan bahwa sistem supervisi yang lebih diutamakan dalam regulasi baru itu.
China memiliki 147.000 penilik sekolah di semua tingkatan. Merekalah yang nantinya akan mengawasi pengelola sekolah, lembaga pendidikan, dan tenaga kerja.
"Ada dua aspek utama dari regulasi baru ini, mengurangi PR dan tugas luar sekolah sekaligus mengatur para murid dalam menggunakan gawai, jam tidur, membaca, mengerjakan PR, dan kesehatan jiwa," jelas Tian.
Terlepas dari perdebatan tersebut, setidaknya manfaat dari kebijakan baru itu sudah bisa dirasakan oleh 1,4 juta murid di Beijing pada hari pertama masuk sekolah.
Itulah kenapa sebabnya anak-anak tampak riang saat menyusuri jalan di Baijiazhuang yang padat saat berangkat dan pulang sekolah.
Baca juga: Aturan baru China ancam bisnis bimbel dan les privat
Baca juga: Sekolah di Fujian diliburkan setelah 30 murid terserang norovirus
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021