Ritual Merti Desa Rebutkan Gunungan Salak

12 Desember 2010 16:03 WIB
Ungaran (ANTARA News) - Ribuan warga Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang mengadakan ritual budaya  merti desa  dengan memperebutkan gunungan buah salak dan gunungan ikan.

Acara merti desa yang digelar rutin setiap bulan Desember itu diselenggarakan pada Minggu mulai sekitar pukul 10.30 WIB, prosesinya diawali dengan arak-arakan ribuan warga setempat dengan membawa gunungan buah salak, ikan, dan aneka panenan warga dari Balai desa Bejalen menuju Makam Kyai Ghozali yang jaraknya sekitar tiga kilometer.

Selain itu, dalam arak-arakan tersebut para warga dari masing-masing dusun juga menampilkan atraksi yang berbeda-beda, berikut dengan segenap makanan yang juga siap diperebutkan.

Setibanya di makam Kyai Ghozali, para warga memanjatkan doa bersama, setelah itu belasan gunungan salak, ikan, hasil panenan, dan tumpengan yang dibawa oleh warga itu diperebutkan bersama-sama.

Kepala Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Nowo Sugito (38) mengatakan, acara merti desa tersebut diselenggarakan untuk mengenang leluhur desa  yakni Kyai Ghozali yang telah membuka kehidupan di desa setempat pada beberapa puluh tahun silam.

"Selain itu juga sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rejeki berupa panenan yang melimpah kepada warga Desa Bejalen," katanya.

Ia mengatakan, ritual acara merti desa dengan memperebutkan gunungan buah salak itu menurutnya sebagai simbol untuk mengenang Kyai Ghozali, yang ketika membuka kehidupan di Desa Bejalan adalah dengan menanam dan mengembangkan buah salak.

"Hingga kini buah salak masih menjadi salah satu tanaman khas di Desa Bejalan, dan berkembang cukup banyak, sehingga bisa mendukung kehidupan warga," katanya.

Selain itu, kata dia, gunungan ikan dan tumpengan nasi dengan segenap lauk pauknya itu merupakan simbol mata pencaharian warga Desa Bejalan, yaitu nelayan di Danau Rawa Pening dan bertani di sawah.

Ia menambahkan, acara merti desa ini dilakukan murni swadaya dari masyarakat setempat, pemerintah desa hanya membantu setiap dusun untuk membuat tumpengan.

Menurutnya, acara tersebut merupakan tradisi leluhur dan penyelenggaraannya berdasarkan kesadaran warga sekitar.

Bupati Semarang, Mundjirin mengatakan, acara merti Desa Jagalan tersebut menurutnya harus terus diselenggarakan, karena selain sebagai khasanah budaya lokal untuk menghormati leluhur desa, juga bisa dikembangkan sebagai wisata religi.

"Acara seperti bisa menarik wistawan, ke depannya agar bisa menggendeng Dinas Pariwisata daerah setempat untuk sama-sama dikembangkan," katanya.
(ANT-063/I006)


Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010