• Beranda
  • Berita
  • Presiden berharap kredit UMKM meningkat hingga 30 persen di 2024

Presiden berharap kredit UMKM meningkat hingga 30 persen di 2024

8 September 2021 15:56 WIB
Presiden berharap kredit UMKM meningkat hingga 30 persen di 2024
Ilustrasi - Produk-produk buatan usaha kecil dan menengah (UKM). ANTARA/Vicki Febrianto.

Secara year on year sekarang rata-rata adalah 18 persen. Karena itu Presiden meminta kredit untuk UMKM bisa ditingkatkan menjadi 30 persen di 2024.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengharapkan industri perbankan dapat meningkatkan alokasi penyaluran kredit kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah hingga mencapai 30 persen dari total kredit nasional pada 2024.

Harapan Presiden Jokowi tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, seusai pertemuan Presiden Jokowi dengan pelaku industri perbankan.

“Secara year on year sekarang rata-rata adalah 18 persen. Karena itu Presiden meminta kredit untuk UMKM bisa ditingkatkan menjadi 30 persen di 2024,” kata Airlangga.

Baca juga: OJK: Sebanyak 72 persen debitur restrukturisasi kredit merupakan UMKM

Airlangga mengatakan target alokasi kredit UMKM sebesar 30 persen dari kredit nasional itu adalah angka agregat secara industri, bukan target yang diberikan kepada masing-masing perbankan.

Menurut Airlangga, Presiden memahami bahwa masing-masing perusahaan perbankan memiliki spesialisasi bisnis yang berbeda. Terdapat entitas perbankan yang memang memiliki spesialisasi bisnis menyasar UMKM, namun terdapat juga yang memiliki spesialisasi bisnis lebih ke sektor korporasi, atau ke segmen bisnis lainnya.

“Saat ini seperti PT. BRI Persero Tbk mendekati 70 persen, dan ada yg spesialisasinya corporate. Namun Bapak Presiden meminta keseluruhan kreditnya itu 30 persen, bukan berarti setiap bank harus 30 persen, karena masing-masing punya spesialisasi sendiri,” ujarnya.

Baca juga: BI: Potensi kebutuhan kredit UMKM capai Rp1.605 triliun

Dalam pertemuan itu, pelaku industri perbankan juga menyampaikan perlunya harmonisasi antara standar akutansi untuk menghitung rasio pencadangan terhadap kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL).

“Selama ini beberapa bank rata-rata sudah secara nasional sekitar (pencadangan) 150 persen, namun pencadangan ini perlu diharmonisasi antara standar accounting-nya yaitu berbasis PSAK, dan perpajakan, karena perbedaan pencadangan ini berakibat terhadap perhitungan pajak,” kata Airlangga.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021