Salah seorang kuasa hukum penggugat kasus polusi udara Jakarta, Alghiffari Aqsa, mengatakan Pemerintah DKI Jakarta 'diam-diam' menjalankan isi gugatan kliennya dari Koalisi Ibu Kota terkait udara bersih.Soal uji emisi berkala, Pemprov DKI sudah merespons
"Jangan lupa juga, gugatan ini didaftarkan 4 Juli 2019. Karena gugatan ini, saya yakin betul, 1 Agustus 2019 Gubernur DKI mengeluarkan Instruksi Gubernur 66 Tahun 2019 soal Pengendalian Kualitas Udara. Jadi, ada responsnya," kata Pengacara Publik Alghiffari dalam konferensi pers daring yang diselenggarakan Koalisi Ibu Kota di Jakarta, Kamis.
Tergugat dalam kasus itu terhadap sejumlah nama, mulai dari Presiden Jokowi sampai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan,
Salah satu poin menarik dalam Ingub Nomor 66/2019 adalah Anies ingin memastikan tidak ada angkutan umum yang berusia di atas 10 tahun dan tidak lulus uji emisi beroperasi di jalan.
Anies juga menginstruksikan penyelesaian peremajaan seluruh angkutan umum melalui program JakLingko pada 2020.
Baca juga: Upaya Pemprov DKI Jakarta mengatasi polusi udara
Terkait aturan uji emisi ini, menurut Alghiffari, adalah upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merespons gugatan kliennya terkait perlindungan masyarakat dari polusi udara.
"Soal uji emisi berkala, Pemprov DKI sudah merespons. Sudah mulai ada dan mulai ramai. Artinya, sebelum gugatan ini dimenangkan atau diputuskan begitu ya, sebagian pihak juga sudah sadar kalau ini ada masalah dan beberapa hal berusaha mereka kerjakan," kata Alghiffari.
Sehingga, apa pun keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap gugatan yang dilayangkan Koalisi Ibu Kota, mau dikabulkan atau ditolak, ini justru mendorong kualitas udara di Jakarta menjadi lebih baik dan menjadi contoh bagi daerah-daerah lainnya yang ingin menggugat hak-haknya untuk mendapat udara yang bersih.
Sejumlah individu yang tergabung dalam Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) resmi melayangkan gugatan warga negara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2019).
Nama Presiden Joko Widodo hingga Gubernur DKI Jakarta disebut-sebut dalam gugatan perdata bernomor perkara 374/Pdt.G/LH/2019/PN Jkt.Pst itu.
Baca juga: DKI kolaborasi dengan swasta asing sediakan data kualitas udara
Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, mengatakan menggugat pemerintah karena adanya hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran udara.
Adanya kerusakan dan pencemaran udara, menurut Bondan, dikarenakan baku mutu udara ambien yang ada sekarang di Indonesia belum terlalu ketat.
Langkah konkret yang diharapkan Bondan dalam waktu dekat dengan adanya gugatan ini adalah pemerintah dapat membangun alat pemantau udara yang banyak di berbagai titik, lalu diumumkan ke publik setiap hari.
"Nah, dengan alat pantau kemudian dibuat kajian risetnya akan ketahuan sumbernya dari mana saja," ujar Bondan.
Jokowi terdaftar beserta enam tergugat lainnya, karena dianggap bertanggung jawab menyediakan udara bersih di Jakarta.
Baca juga: Pemkot Jaksel adakan uji emisi pertama di masa pandemi
Selain Jokowi, ada pula nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri.
Terdapat pula nama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten Wahidin Halim turut serta dalam daftar tergugat tersebut.
Gugatan ini tidak hanya menyasar Gubernur DKI Jakarta, tapi juga Jawa Barat dan Banten selaku tergugat, karena penggugat menilai sampai saat ini tidak ada catatan kualitas udara Jawa Barat dan Banten, Bekasi dan sekitarnya.
Namun, agenda sidang putusan gugatan polusi udara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditunda hingga kedelapan kalinya, sehingga Koalisi Ibu Kota mengadakan konferensi pers daring pada Kamis (9/9).
Baca juga: WFH dan curah hujan perbaiki kualitas udara Jakarta
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021