Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan varian Mu bisa menurunkan efikasi vaksin COVID-19 karena dapat beradaptasi dengan perlindungan antibodi yang diciptakan dari imunisasi setelah vaksinasi COVID-19.Kalau kurang (masa karantina) nanti kita kemasukan varian baru atau bahkan kemasukan varian-varian yang ada di dunia.
"Varian Mu punya protein yang bisa beradaptasi terhadap antibodi, jadi menurut saya karena adaptasi itu dia bisa tahan sedikit, jadi semua vaksin akan menurun efikasinya, sama dengan variant of interest lain," kata Yunis saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Yunis menuturkan tingkat penularan dan keparahan penyakit yang disebabkan oleh varian Mu sama dengan varian Alpha, dan tidak menandingi varian Delta.
"Penularannya sama dengan Alpha, menurunkan efektivitasnya sama dengan Alpha, dan masuk pada variant of interest," tuturnya.
Baca juga: Wali Kota Mataram: Waspadai varian COVID-19 jenis Mu
Baca juga: Pakar:Varian Delta lebih menular-mengkhawatirkan dibanding varian Mu
Badan Kesehatan Dunia mengklasifikasikan suatu varian virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 sebagai variant of interest (VoI) dengan kriteria yakni varian tersebut memiliki perubahan genetik yang diperkirakan atau diketahui mempengaruhi karakteristik virus seperti penularan, keparahan penyakit, pelepasan kekebalan, pelepasan diagnostik atau terapeutik.
Variant of interest juga diidentifikasi sebagai penyebab penularan komunitas yang signifikan atau beberapa kluster COVID-19, di banyak negara dengan prevalensi relatif yang meningkat bersamaan dengan peningkatan jumlah kasus dari waktu ke waktu, atau dampak epidemiologis nyata lainnya yang menunjukkan risiko yang muncul terhadap kesehatan masyarakat global.
Saat ini varian yang masuk daftar VoI adalah varian Eta, Iota, Kappa, Lambda dan Mu.
Untuk mencegah masuknya varian Mu ke dalam Indonesia, maka pemerintah tidak mengizinkan pendatang dari Kolombia atau negara-negara yang memiliki kasus temuan varian Mu untuk masuk ke Tanah Air.
Selain itu, pemerintah harus terus melakukan surveilans pengurutan genom virus atau whole genom sequencing untuk melacak keberadaan virus tersebut di tengah masyarakat.
Jika nantinya dibuka untuk wisatawan masuk ke dalam negeri, maka harus dilakukan karantina maksimal yakni lebih dari 10 hari untuk memastikan dalam masa inkubasi virus, benar-benar tidak ada gejala COVID-19 yang muncul.
Jika ada gejala COVID-19 muncul, maka bisa segera dilakukan intervensi penanganan sebelum menular pada orang lain.
"Kalau kurang (masa karantina) nanti kita kemasukan varian baru atau bahkan kemasukan varian-varian yang ada di dunia, kita akan jadi negara dengan terlengkap dengan variannya," ujar Yunis.*
Baca juga: Wapres: Perketat pintu masuk RI cegah varian Mu
Baca juga: Pokja Genetik UGM: Varian Mu tidak lebih ganas dari Delta
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021