Ketua Umum Apolin Rapolo Hutabarat di Jakarta, Kamis mengatakan, berbagai dukungan nyata dari pemerintah untuk industri hilir sawit di Indonesia, diantaranya adalah PMK No. 166/2020 tentang Bea Keluar; PMK No. 76/2021 tentang Levy dan Perpres 121/2020 tentang Harga Gas Bumi (sebesar 6 dolar AS per MMBTU).
"Berbagai regulasi tersebut diatas merupakan landasan yang sangat kokoh untuk melakukan hilirisasi produk minyak sawit di tanah air," katanya dalam webinar bertemakan "Momentum Industri Oleokimia Indonesia di Pasar Global: Peluang dan Tantangan" yang digelar Majalah Sawit Indonesia itu.
Baca juga: Apolin: Kapasitas industri oleokimia Indonesia terbesar di dunia
Menurut dia, dukungan kebijakan tersebut telah dirasakan oleh industri oleochemical Indonesia, dimana kinerja ekspor terus meningkat dari 2018 sebesar 2,75 juta ton dengan nilai ekspor 2,38 miliar dolar AS kemudian pada 2019 sebesar 3,27 juta ton senilai 2,10 miliar dolar AS.
Tahun 2020 dengan volume ekspor 3,87 juta ton dengan nilai 2,63 miliar dolar AS, tambahnya, pada 2021 diproyeksikan volume ekspor oleokimia di atas 4 juta ton dengan nilai 3,8 miliar dolar AS.
"Industri oleokimia telah berkembang pesat. Pada 1995, baru ada enam perusahaan yang menjadi anggota APOLIN. Namun hingga 2021 ini sudah 11 perusahaan, dengan kapasitas nasional 11,3 juta ton per tahun," ujarnya.
Plt.Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian RI Putu Juli Ardika, mengatakan Kemenperin berupaya menjaga keberlangsungan produk oleokimia dan pertumbuhan industrinya agar tumbuh berkualitas dengan memberikan berbagai macam fasilitas dan dukungan sehihgga tetap produktif di tengah pandemi.
Baca juga: Kinerja industri oleokimia diprediksi meningkat pada 2021
Fasilitas tersebut seperti Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) untuk mendukung kegiatan industri oleokimia yang merupakan industri kritikal sehingga di tengah pandemi, industri oleokimia tetap beroperasi 100 persen dengan protokol kesehatan ketat.
Kedua, kebijakan harga gas murah yang dipatok 6-7 dolar AS per MBBTU melalui Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 telah diberikan kepada sekitar 20 pabrik oleokimia dari 11 perusahaan.
Menurut Putu Juli, aturan ini dapat mendorong efisiensi biaya produksi sekitar 3 persen dan signifikan meningkatkan daya saing industri oleokimia.
Selain, fasilitas pengurangan PPh badan bagi wajib pajak yang terdampak pandemi Covid-19 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2021 serta advokasi tarif pungutan ekspor kelapa sawit dan turunannya yang lebih pro industri pengolahan sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76 Tahun 2021.
“Di samping itu, pemerintah memberikan Super Deduction Tax mencapai 300% untuk penelitian yang bisa dikomersialkan guna meningkatkan nilai produk oleokimia,” ujar Putu Juli.
Plt. Direktur Kemitraan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Edi Wibowo menambahkan, pihaknya memliki program penelitian dan pengembangan pada oleokimia yang siap diimplementasikan seperti pengembangan surfaktan anionik dari minyak sawit untuk peningkatan produk minyak bumi di lapangan tua menggunaakan teknik stimulasi matrix.
Sementara itu Direktur Teknis Kepabeanan Bea Cukai Kementerian Keuangan Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan, dalam pelayanan ekpor produk kelapa sawit dan turunannya mengacu para Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22 Tahun 2019 untuk akurasi data, percepatan pelayan dan pengawasan kepabeanan ekspor.
Selain itu, Produk turunan Oleokimia yang sebagian besar merupakan produk hilir seperti Fatty Alcohol, Fatty Amine, Gliserol, dll tidak dikenakan Bea Keluar kecuali FAME/Biodiesel dengan kode HS 38260021, 38260022 dan 38260090.
Saat ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah memberikan fasilitas kemudahan berupa sertifikasi Authorized Economic Operator (AEO) yang perlu dimiliki setiap perusahaan logistik yang ingin berstandar internasional.
Pewarta: Subagyo
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021