“Jauh lebih penting bagi Indonesia untuk mengantisipasi residu dari persaingan Amerika Serikat melawan Tiongkok,” kata Anis dalam seminar bertajuk “Dampak Berkuasanya Kembali Taliban Bagi Keamanan Indonesia” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Unity in Diversity, Jumat.
Apalagi, tutur Anis melanjutkan letak geografis Indonesia berdekatan dengan titik konflik antara Amerika Serikat dengan Tiongkok, yaitu di Laut Tiongkok Selatan.
Ia juga berpandangan bahwa kekuatan militer Indonesia sudah terlalu lama tidak memiliki pengalaman perang berskala besar. Berbeda dengan negara Vietnam yang pernah terlibat dalam peperangan berskala besar dengan Amerika Serikat.
Baca juga: Pengamat: Pemberontakan ekstrem tidak akan sukses di Indonesia
“Di luar dari tidak punya pengalaman perang yang (berskala, red.) besar, kita juga tidak punya operasi intelijen global yang memadai untuk menyediakan informasi yang kita perlukan dalam membuat analisis keamanan yang akurat,” tuturnya menambahkan.
Kedua hal tersebut yang harus dipersiapkan oleh Indonesia untuk mengantisipasi residu persaingan antara Amerika Serikat melawan Tiongkok.
Melalui paparannya, Anis menyebutkan bahwa Indonesia telah berulang kali menerima residu dari persaingan antarnegara. Peristiwa G30S PKI, kata Anis, merupakan residu yang diterima oleh Indonesia akibat Perang Dingin.
“Masuknya Jepang ke Indonesia juga merupakan residu dari Perang Pasifik,” ucap Anis.
Baca juga: Ketua MPR khawatir kemenangan Taliban jadi inspirasi kelompok radikal
Bagi Anis, mundurnya Amerika Serikat dari Afghanistan diakibatkan oleh bergantinya prioritas negara tersebut. Sebelumnya, Amerika Serikat menyerukan War on Terror yang menjadi prioritas dari kebijakan luar negeri negara tersebut.
Akan tetapi, saat ini, Amerika Serikat telah mengganti prioritas dan meletakkan fokus pada persaingan dengan Tiongkok. Pergantian prioritas tersebut yang mengakibatkan Amerika Serikat tidak bertindak agresif di Afghanistan.
Oleh karena itu, yang menjadi kekhawatiran Anis saat ini adalah residu persaingan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok, bukan pengaruh berkuasanya Taliban di Afghanistan.
“Yang penting adalah bagaimana Indonesia tidak menjadi collateral damage dari konflik supremasi antara Amerika Serikat dengan Tiongkok,” kata Anis.
Baca juga: Islah Bahrawi: Taliban persoalan politik kekuasaan bukan agama Islam
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021