Direktur Umum dan SDM RSJPD Harapan Kita Dr Iwan Dakota SpJP (K), mengemukakan hal itu di sela-sela Seminar ke-4 TRI se-Asia, kemarin, yang didampingi ahlai jantung dari RSJPDHK/Ketua PIKI Dr Nur Haryono, SpJP Pakar jantung dari Jepang Dr Shigeru Saito dan Ketua Panitia Seminar Dr Yoga Yuniadi, SPJP serta diikuti sekitar 150 dokter dari Indonesia dan di Asia. Indonesia.
Iwan mengatakan, awalnya kateter dimasukkan melalui pembuluh dari femoralis (paha) kini dapat dilakukan dengan menggunakan stent dan balon melalui pembuluh arteri radialis (pergelangan tangan) atau istilah populernya balonisasi.
Selanjutnya, kata Iwan, kateterisasi jantung atau gold standard, merupakan teknik yang diakui dunia internasional sebagai teknik terbaik dan terakurat untuk mendeteksi adanya sumbatan di pembuluh darah koroner.
"Kateterisasi jantung adalah tindakan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya penyumbatan di pembuluh darah koroner jantung dengan tingkat keakuratan tertinggi (gold standard). "Keakuratan mencapai hampir 100 persen," katanya.
Menurut Iwan, teknik katerisasi melalui pembuluh di tangan ini dapat mengurangi risiko perdarahan dan pasien lebih nyaman. Meskipun diameter kateter berukuran kecil tetapi kemampuannya sama dengan yang berdiameter besar.
"Kateterisasi jantung merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk memeriksa struktur serta fungsi jantung, termasuk ruang jantung, katup jantung, serta pembuluh darah jantung termasuk pembuluh darah koroner, terutama untuk medeteksi adanya pembuluh darah yang tersumbat," ujarnya.
Tindakan kateterisasi jantung dengan menggunakan teknik Trans Radial Intervension (TRI) atau kateterisasi melalui pembuluh arteri radial itu dipraktikkan di Ruang Kateterisasi Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita, Jakarta, Sabtu (18/12) dan disaksikan langsung melalui layar oleh para dokter yang tengah mengikuti Seminar TRI di Ruang Auditorium RSJPD Harapan Kita.
Presentasi teknik transradial dengan menggunakan Mesin Simulator Transradial Terumo tersebut dihadiri 17 dokter dari luar negeri antara lain dari Vietnam, Malaysia, Filipina, dan sekitar 50 dokter dari Indonesia.
Pembicara tamu Dr Shigeru Saito dari Shonan Kamakura General Hospital Jepang mengatakan, meskipun sangat efektif dan tidak berisiko namun teknik TRI ini kurang berkembang pesat karena beberapa hal seperti biaya yang masih tinggi. "Tetapi risiko perdarahan bahkan bisa zero," katanya.
Ketua Perhimpunan Intervensi Kardiovaskular Indonesia (PIKI) Dr Nur Haryanto SpJP(K) mengatakan, tindakan TRI semakin umum dilaksanakan di seluruh pelayanan kateterisasi di seluruh rumah sakit Indonesia. "Diharapkan lebih banyak lagi para ahli jantung intervensi menguasai teknik-teknik radial," katanya.
Nur menambahkan, meskipun TRI memiliki banyak kelebihan dan kenyamanan, namun baru bisa berkembang dan diterima oleh komunitas intervensionis setelah lebih dari 10 tahun sejak teknik ini dikenalkan. "Penyebabnya karena ketersediaan alat-alat penunjang yang berukuran lebih kecil," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Panitia The 4th Asian TRI Seminar 2010 Dr Yoga Yuniadi mengatakan, perkembangan TRI di Pusat Jantung Harapan Kita dimulai sejak 2004. Tahun 2005, dokter di RSJPD Harapan Kita mulai mengerjakan kasus percutaneous coronary intervension (PCI) dengan TRI. Kini, pasien RSJPD Harapan Kita yang menjalani diagnostik menggunakan teknik TRI mencapai 6.000 pasien per tahun.
Melalui keteterisasi TRI, dokter lebih mudah untuk melakukan tindakan selanjutnya, apakah cukup dengan obat atau dengan tindakan pelebaran bagian pembuluh darah jantung yang menyempit atau tersumbat dengan menggunakan alat alat tertentu atau ditiup seperti dengan percutaneous coronary intervension (PCI) atau harus dilakukan operasi terbuka atau memasang pembuluh darah jantung yang tersumbat dengan operasi "bypass jantung".(*)
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010