Risma bersama masyarakat Pacitan menyelenggarakan simulasi tanggap bencana serta memperagakan evakuasi ke dataran tinggi dengan waktu yang diperhitungkan hanya sekitar 20 menit untuk menyelamatkan diri.
"Simulasi dilakukan di Pacitan karena di daerah ini diperhitungkan paling tinggi dampak dari bencana. Mudah-mudahan tidak terjadi, tapi kalau memang terjadi diharapkan dampaknya bisa diminimalkan," kata Risma di Dermaga Tamperan dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Risma dalam kesempatan itu menekankan kepada Taruna Siaga Bencana (Tagana), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) untuk memastikan lebih detil jalur evakuasi, serta kecepatan evakuasi warga saat bencana terjadi.
Risma juga berpesan kepada pemerintah daerah dan pilar-pilar sosial untuk memperhatikan serius penyelamatan terhadap kelompok rentan, termasuk lanjut usia dan para penyandang disabilitas. "Kasih titik di mana saja mereka tinggal. Ini akan memudahkan evakuasi," kata Risma.
Dalam kesempatan tersebut, Risma bersama Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dan Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji menuju titik-titik evakuasi yang ditentukan. Risma memimpin pertemuan kecil memverifikasi peta data dengan kondisi lapangan di pinggir sungai di kawasan Dusun Babakan, Desa Kembang.
Kepada Bupati Pacitan, Risma berpesan untuk menyiapkan jalur evakuasi dan titik kumpul masyarakat. Pertemuan kecil menyepakati ada 12 titik evakuasi warga yang menjadi informasi bagi Kemensos untuk mengirimkan "bufferstock" atau stok pengaman.
Kegiatan simulasi evakuasi menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami di Kabupaten Pacitan tersebut merupakan bagian dari langkah mitigasi bencana. Upaya mitigasi bencana dilakukan dengan memperhatikan hasil studi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan berdasarkan penelitian dan pemodelan BMKG, wilayah selatan Jawa Timur menyimpan potensi bencana gempa bumi yang cukup besar. Daerah yang diprediksi terdampak tersebut adalah Pacitan, Tulungagung, Trenggalek, Blitar, Malang Selatan, Lumajang, dan Banyuwangi.
Meskipun belum ditemukan alat yang dapat memprediksi secara tepat kapan bencana terjadi, Risma menekankan, perlu upaya serius, terencana dan terorganisasi untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah menghadapi kemungkinan terjadi bencana.
Menurut dia, simulasi evakuasi masyarakat menghadapi ancaman gempa bumi dan tsunami pada hari ini merupakan langkah nyata dan serius menghadapi bencana. "Saya juga sudah perintahkan jajaran untuk secara periodik dan terencana melakukan sosialisasi mitigasi bencana di kawasan yang rawan, termasuk Pacitan," kata dia.
Langkah Kementerian Sosial berikutnya adalah membentuk Kawasan Siaga Bencana (KSB) di beberapa daerah di Selatan Jawa. Di Pacitan telah dibentuk lima KSB.
Sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana, KSB melakukan simulasi secara berkala dengan melibatkan kelompok rentan, yakni perempuan, lanjut usia, penyandang disabilitas dan anak-anak.
"Pembentukan KSB di Kabupaten Pacitan dimaksudkan untuk melatih masyarakat melakukan evakuasi mandiri sebelum datang pertolongan ketika terjadi bencana" kata Risma.
Dalam kegiatan tersebut, disimulasikan pada hari Sabtu pukul 10.00 WIB terjadi gempa bumi dengan magnitudo 8,7 dengan Episenter 300 km Tenggara Pacitan dan kedalaman 19 km. Gempa bumi tersebut menimbulkan tsunami yang berdampak pada seluruh pesisir Jawa Timur, termasuk Pacitan dengan ketinggian gelombang tsunami 25-28 m dari muka air laut di tepi pantai.
Waktu kedatangan gelombang tsunami disimulasikan 26 menit setelah goncangan gempa bumi. Diperlukan waktu maksimal 5 menit untuk penyebarluasan peringatan dini, sehingga "golden time" (waktu tersisa untuk evakuasi) 22 menit. Gelombang tsunami masuk maksimal 6 km ke Kota Pacitan, mencapai beberapa tempat strategis dan vital.
Ketinggian air bervariasi mulai dari 22 m di wilayah pantai/pesisir, 11-17 m di wilayah bantaran sungai, 6-11 m di wilayah tengah (termasuk Alun-Alun), dan 10-12 m di Bantaran Sungai Grindulu.
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021