"Terdakwa Stepanus Robin Pattuju kemudian membahas kasus-kasus yang melibatkan M. Syahrial dengan Maskur Husain dan akhirnya mereka sepakat untuk membantu M. Syahrial dengan imbalan sejumlah uang. Akhirnya disepakati antar mereka besaran imbalan adalah sejumlah Rp1,7 miliar yang diberikan secara bertahap," kata jaksa penuntut umum KPK Lie Putra Setiawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Baca juga: Eks penyidik KPK akui terima suap kecuali dari Azis Syamsudin
Hal tersebut terungkap dalam surat dakwaan Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain.
Awalnya, Robin dikenalkan kepada Syahrial oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin pada Oktober 2020 di Jalan Denpasar Raya 3/3, Jakarta Selatan.
"Pada pertemuan tersebut, M. Syahrial yang telah paham terdakwa adalah penyidik KPK menyampaikan permintaan bantuan kepada terdakwa agar penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan pemerintah Kota Tanjungbalai tidak naik ke tahap penyidikan," tambah jaksa.
Robin kemudian membahasnya dengan Maskur Husain yang berprofesi sebagai advokat lalu sepakat meminta imbalan sejumlah Rp1,7 miliar.
Uang diberikan secara bertahap melalui rekening Riefka Amalia yaitu adik teman perempuan Robin. Riefka lebih dulu diminta untuk membuka rekening tabungan BCA dan kartu ATM dipegang Robin dan Riefka serta mendaftarkan untuk dapat menggunakan layanan aplikasi m-banking.
Syahrial lalu memberikan uang secara bertahap senilai Rp1,695 miliar kepada Robin dan Maskur pada November 2020-April 2021 yaitu pertama, 69 kali transfer pada November 2020 - April 2021 ke rekening BCA atas nama Riefka Amalia seluruhnya senilai Rp1,275 miliar
Kedua, 17 kali transfer pada 22 Desember 2020 ke rekening BCA atas nama Maskur Husein seluruhnya senilai Rp200 juta
Ketiga, pemberian tunai senilai Rp10 juta di bandara Kualanamu pada awal Maret 2021
Keempat, pemberian tunai senilai Rp210 juta langsung ke Robin di rumah makan mie balap, Pematangsiantar pada 25 Desember 2020.
"Pada November 2020, M. Syahrial hanya mengirim uang sejumlah Rp350 juta sehingga pada Desember 2020 terdakwa meyakinkan M. Syahrial agar segera mengirim sisa uang yang telah disepakati dengan kata-kata 'karna di atas lg pd butuh bang'," tambah jaksa.
Baca juga: Terpidana kasus korupsi Usman Effendi menyuap penyidik KPK Rp525 juta
Uang senilai Rp1,695 miliar itu dibagi dua yaitu sebesar Rp490 juta untuk Robin dan Rp1,205 miliar untuk Maskur Husain.
Selain menerima uang, Robin juga meminjam mobil dinas milik pemerintah Kota Tanjungbalai merek Toyota Kijang Innova tahun 2017 dengan plat nomor BK1216Q dari 22 Desember 2020 - 13 April 2021.
Pada November 2020, saat Syahrial mendapat informasi tim penyidik KPK akan datang ke kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kota Tanjungbalai, Syahrial meminta Robin mengecek kebenarannya.
"Terdakwa lalu menyampaikan benar ada tim KPK akan datang ke Labuhanbatu Utara tapi tidak akan datang ke Kota Tanjungbalai karena sudah diamankan oleh terdakwa," tambah jaksa.
Lalu pada 19 April 2021 sore hari, Syahrial menginformasikan ke Robin dan Azis Syamsudin bahwa ternyata kasus jual beli jabatan yang melibatkan Syahrial sudah naik ke tahap penyidikan dengan mengirim foto surat panggilan saksi terhadap Azizul Kholis atas perkara terkait
"Dan terdakwa lalu menyampaikan bahwa hal tersebut akan ia bicarakan dengan timnya," ungkap jaksa Lie.
Dalam perkara ini, Robin dan Maskur Husain didakwa menerima seluruhnya Rp11,025 miliar dan 36 ribu dolar AS (sekitar Rp513 juta) sehingga totalnya sebesar Rp11,5 miliar terkait pengurusan lima perkara di KPK.
Robin dan Maskur didakwa menerima dari M Syahrial sejumlah Rp1,695 miliar, Azis Syamsudin dan Aliza Gunado sejumlah Rp3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS, Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp507,39 juta, Usman Effendi sejumlah Rp525 juta dan Rita Widyasari sejumlah RpRp5.197.800.000.
M. Syahrial adalah Wali Kota Tanjungbalai nonaktif; Azis Syamsudin adalah Wakil Ketua DPR dari fraksi Partai Golkar; Aliza Gunado adalah kader Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG); Ajay Muhammad Priatna adalah Wali Kota Cimahi non-aktif; Usman Effendi adalah Direktur PT. Tenjo Jaya yang juga narapidna kasus korupsi hak penggunaan lahan di Kecamatan Tenjojaya, Sukabumi, Jawa Barat; dan Rita Wisyasari adalah mantan Bupati Kutai Kartanegara.
Atas perbuatannya, Robin dan Maskur didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 11 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo padal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Baca juga: Bekas Bupati Kukar suap penyidik KPK Rp5,197 miliar untuk amankan aset
Baca juga: Azis Syamsudin beri Rp3,613 miliar ke penyidik KPK demi urus kasus
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021