• Beranda
  • Berita
  • Gabungan organisasi beberkan masalah vaksinasi untuk kelompok rentan

Gabungan organisasi beberkan masalah vaksinasi untuk kelompok rentan

15 September 2021 20:08 WIB
Gabungan organisasi beberkan masalah vaksinasi untuk kelompok rentan
Petugas medis mengecek kondisi kesehatan peserta saat vaksinasi COVID-19 bagi kelompok rentan di Gedung Wana Graha Bhakti Yasa, Yogyakarta, Senin (23/8/2021). Vaksinasi COVID-19 yang digagas Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) DIY, Dinas Kesehatan dan YAPPIKA-ActionAid itu ditargetkan dapat memvaksin 1.500 peserta kriteria transgender, difabel, lansia dan anak-anak usia 12-18 tahun. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/rwa.

kalau vaksinasi bisa hanya sekali suntik saja, itu luar biasa

Sejumlah organisasi masyarakat sipil (OMS) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan membeberkan masalah-masalah yang dihadapi kelompok rentan di luar Pulau Jawa yang ingin mendapatkan vaksinasi COVID-19.

“Butuh koordinasi banyak pihak untuk menggelar vaksinasi kalangan disabilitas,” kata Co-Founder Organisasi Harapan Nusantara (Ohana) Buyung Ridwan Tanjung dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Ia menyebutkan beberapa faktor seperti jarak, kondisi jalan hingga sarana transportasi yang dapat menyurutkan minat warga untuk melakukan vaksinasi, sehingga tidak mudah untuk menggelar kegiatan vaksinasi di luar Pulau Jawa.

Baca juga: Pemerintah perlu strategi berikan vaksin COVID-19 bagi kelompok rentan

Buyung memberikan contoh pada saat menggelar vaksinasi di Bantul, DI Yogyakarta, pihaknya membutuhkan persiapan yang panjang karena perlu menyiapkan tempat khusus, juru bahasa isyarat dan tenaga pendamping tambahan.

Ia mengatakan tempat untuk melakukan vaksinasi tidak bisa asal pilih, karena harus ramah bagi pengguna kursi roda, kruk, atau alat bantu lainnya. Penyelenggara juga membutuhkan kendaraan khusus untuk menjemput penduduk disabilitas yang tidak bisa pergi ke tempat vaksinasi.

Untuk disabilitas rungu, penyelenggara perlu menyediakan penerjemah bahasa isyarat yang dapat membantu mereka berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang bertugas. Selain itu, terdapat tambahan pemeriksaan karena banyak penyandang disabilitas kurang memahami kondisi tubuhnya sendiri.

Baca juga: BPJS Kesehatan: 1,2 juta warga Jateng pemilik komorbid belum divaksin

Contoh lain terjadi pada warga Desa Lubuk Mandarsah di Jambi yang harus menempuh perjalanan empat jam hanya untuk melakukan vaksinasi di pusat kota kecamatan. Selain jarak, hal tersebut juga dapat menjadi kendala saat hujan karena jalanan akan berlumpur sehingga sulit dilewati.

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Rukka Sombolinggi mengatakan masyarakat adat juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan vaksinasi.

Ia mengatakan lokasi tempat tinggal yang jauh dari kota, menyebabkan masyarakat adat kesulitan mengakses angkutan kendaraan. Rukka memberi contoh di Meratus, Kalimantan Selatan, masyarakat perlu berjalan kaki dua hari untuk menempuh jarak agar bisa sampai ke tempat vaksinasi.

Melihat permasalahan tersebut, Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia Hamid Abidin menyarankan agar pemerintah dapat memberikan vaksin Johnson and Johnson kepada kelompok rentan dan masyarakat adat.

Baca juga: IPSM pastikan inklusifitas vaksin COVID-19 untuk kelompok rentan

Hamid menjelaskan pemberian vaksin itu dapat membantu kelompok rentan karena hanya dilakukan dalam satu kali suntikan.

Hal itu dapat membuat beban kerja vaksinasi menjadi lebih ringan, baik bagi penyelenggara vaksinasi maupun penerima vaksin. Karena dapat menghemat waktu, tenaga dan separuh pembiayaan jika dibandingkan dengan vaksin lain.

“Maka, kalau vaksinasi bisa hanya sekali suntik saja, itu luar biasa,” kata Hamid.

Ia mengatakan apabila vaksin tersebut dapat disuntikkan sekali saja maka penerima vaksin juga hanya sekali menanggung efek vaksin atau biasa disebut dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan hanya perlu sekali perjalanan untuk menempuh jarak jauh ke tempat vaksinasi.

“Jika mereka hanya sekali menanggung KIPI, tentu akan meringankan. Mengingat masyarakat adat atau warga di pedalaman tinggal jauh dari layanan kesehatan. Kalangan disabilitas juga akan terbantu, sebab mereka tak bisa leluasa bolak-balik periksa kesehatan jika menanggung KIPI,” ujar Hamid.

Baca juga: Vaksinasi massal 1.200 warga wilayah rentan difasilitasi Polres Bekasi

Selain menyarankan pemerintah untuk memberikan vaksin Johnson and Johnson kepada kelompok rentan, Hamid juga menyarankan agar pemerintah memberikan edukasi menyeluruh tentang vaksin tersebut beserta KIPI yang ditimbulkan, agar tidak menimbulkan hoaks yang membuat kelompok rentan menjadi takut.

Hal itu dapat dilakukan dengan melibatkan tokoh adat, organisasi penyandang disabilitas dan organisasi masyarakat sipil. Dia juga mengatakan perlu adanya pendampingan yang lebih intens bagi masyarakat adat dan kelompok rentan untuk mengantisipasi bila timbul KIPI setelah vaksin diberikan.

Sebelumnya, Indonesia telah menerima 500 ribu dosis vaksin Johnson and Johnson dari Pemerintah Belanda pada Sabtu, 11 September 2021. Pada tanggal 7 September, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberikan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization) untuk penyuntikan vaksin tersebut.

Vaksin itu diperuntukkan bagi masyarakat umum yang berusia 18 tahun ke atas dengan dosis tunggal sebanyak 0,5 mililiter.

Baca juga: IDI Bandarlampung minta pemerintah tidak kecolongan adanya varian Mu

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021