Empat mitos tentang keaslian madu

22 September 2021 07:05 WIB
Empat mitos tentang keaslian madu
Ilustrasi (Pexels)
Produk perlebahan termasuk madu menjadi salah satu yang banyak dicari selama pandemi seiring dengan semakin banyaknya masyarakat yang peduli kesehatan.

Meskipun demikian, sebagian masyarakat masih kesulitan dalam memilih madu yang sesuai mengingat banyaknya informasi kurang tepat mengenai keaslian madu yang beredar.

Baca juga: Mengenal madu manuka, asal hingga manfaat

Pemilik dan Komisaris Kembang Joyo Group Dewi Masyithoh, produsen produk perlebahan Indonesia, mengatakan bahwa kandungan dan manfaat dari madu asli dan madu palsu berbeda. Jika madu asli kaya akan manfaat, madu palsu bisa menyebabkan berbagai penyakit yang membahayakan tubuh seperti diabetes dan kencing manis.

Dikutip dari siaran resmi, Rabu, dia membagikan fakta-fakta di balik empat mitos mengenai keaslian madu.

Madu asli tidak akan berubah warna
Dewi mengatakan, perubahan warna pada madu adalah hal yang biasa yang disebabkan reaksi Maillard atau reaksi pencoklatan non enzimatis yang justru bisa meningkatkan kadar antioksidan dalam madu. Antioksidan bermanfaat sebagai penangkal radikal bebas yang bisa memicu serangan jantung, kanker, katarak, dan menurunnya fungsi ginjal.

“Dengan begitu bisa dipastikan bahwa mitos mengenai madu asli tidak akan berubah warna adalah salah,” katanya.

Madu asli tidak disukai semut
Mitos yang satu ini juga tidaklah tepat. Faktanya, kesukaan semut akan madu sangat bergantung dengan berbagai hal seperti umur madu, kandungan karbohidrat, hingga jenis semut yang ada di area sekitar madu.

Umumnya semut menyukai madu, bahkan sejak masih berbentuk nektar yang baru keluar dari ujung tanaman. Saking menyukainya, lebah dan semut sering berebut untuk mengambil nektar. Meskipun begitu, ada beberapa kondisi madu yang tidak disukai oleh semut, salah satunya madu yang belum cukup umur.

Baca juga: Cara mudah mengetes madu yang Anda beli murni atau tidak

Madu yang belum cukup umur akan mengakibatkan terjadinya fermentasi yang mana akan menghasilkan karbon dioksida yang tidak disukai semut. Kesimpulannya, semut akan menyukai madu yang sudah cukup umur panen dan tidak menyukai madu yang mengalami fermentasi, ujar Dewi.

Madu mengkristal itu madu palsu
Kristalisasi madu sering salah diartikan masyarakat sebagai pemalsuan madu.

Padahal, kristalisasi atau penggumpalan madu merupakan hal lumrah yang terjadi secara alami dan spontan pada madu.

Madu yang mengalami kristalisasi tidak akan mengalami penurunan kualitas. Semua kandungannya akan tetap sama dan tidak berubah, kecuali warnanya.

Madu asli bisa meletup
Madu berasal dari cairan tanaman yang dikumpulkan oleh lebah. Secara alamiah, khamir yang berada di alam akan terbawa dalam madu. Khamir tidak akan aktif pada madu yang memiliki masa panen cukup panjang.

​​​​​​Sebaliknya, khamir akan aktif dan melakukan proses fermentasi pada madu yang dipanen muda. Hasil samping dari fermentasi ini adalah CO2 (karbon dioksida) yang berbentuk gas. Secara alami gas ini akan menguap di udara.

Namun, gas akan terakumulasi dan menghasilkan letupan saat berada di botol yang tertutup sangat rapat. Dengan begitu, keaslian madu tidak bisa diukur dari meletup atau tidaknya.


Baca juga: Efek samping makan madu beku menurut para ahli

Baca juga: Lima jenis madu yang dicari selama pandemi

Baca juga: Khasiat madu dan air mawar untuk cegah "maskne"

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021