“Keputusan MA ini tentunya akan berdampak positif terhadap kinerja keuangan PGN. Paling tidak dari empat perkara yang telah dimenangkan PK-nya oleh MA, PGN bisa menarik dana pencadangan sebagai pendapatan lain-lain. Sehingga laba bersihnya tahun ini akan semakin positif,” ujar analis yang juga Founder & CEO Finvesol Consulting Indonesia Fendi Susiyanto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
PGN diketahui kembali memenangkan perkara PK terkait sengketa pajak PPN penjualan gas bumi ke konsumen dengan Ditjen Pajak senilai 16 juta dolar AS atau sekitar Rp228,8 miliar (asumsi kurs Rp14.300 per dolar AS). Dikutip dari laman website Mahkamah Agung, Putusan PK dengan nomor perkara 000518.16/2018/PP/M.XVIB tahun 2019 tersebut ditetapkan pada 16 September 2021.
Kemenangan PK untuk PGN ini merupakan yang keempat kalinya, setelah pada bulan Mei 2021 PGN juga telah memenangkan PK atas tiga perkara sengketa pajak PPN penjualan gas bumi ke konsumen senilai Rp698 miliar. Dari tiga perkara pajak tersebut, 2 sengketa pajak tahun pajak 2012 dan 1 sengketa pajak untuk tahun pajak 2013.
Baca juga: Anggota DPR minta Kemenkeu - BUMN segera selesaikan sengketa pajak PGN
Sengketa pajak yang yang telah diputuskan oleh MA ini merupakan bagian dari 24 perkara sengketa pajak PPN yang melibatkan PGN dan dirjen pajak. Dengan keputusan PK atas 4 perkara pajak ini, maka PGN akan dapat menarik kembali dana pajak senilai Rp926,8 miliar yang sudah dicadangkan tahun lalu sebagai pendapatan lain-lain di tahun ini.
“Dengan tambahan pendapatan lain-lain itu, di luar bisnis organik PGN di tahun 2021 yang diproyeksikan tumbuh positif, secara fundamental PGN akan semakin solid. Dampaknya, juga akan positif terhadap harga saham PGN di pasar,” kata Fendi.
Pada tiga bulan pertama 2021 PGN membukukan laba bersih sebesar 61,57 juta dolar AS atau setara dengan Rp870 miliar (kurs Rp14.147 per dolar AS), naik 29 persen dari periode yang sama tahun lalu 47,77 juta dolar AS.
Kenaikan laba bersih didorong oleh pendapatan yang mencapai 733,15 juta dolar AS atau setara dengan Rp10,37 triliun. Dari pendapatan tersebut, PGN mencatat laba operasi sebesar 95,90 juta dolar AS dan EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) sebesar 191,24 juta dolar AS.
“Jika perkara sengketa pajak bisa tuntas tahun ini dan PGN menjadi pemenang seperti empat perkara terakhir, laba bersih PGN bisa semakin besar di akhir tahun. Dan pemerintah yang akan untung. Selain nilai saham PGN yang akan kembali meningkat, dengan laba bersih yang besar, sebagai pemegang saham mayoritas pemerintah lewat Pertamina bisa menarik dividen lebih besar di 2022,” imbuhnya.
Perkara pajak PPN yang melibatkan PGN dan Ditjen Pajak ini menjadi salah satu faktor yang menjadikan bisnis perseroan tertekan. Dalam laporan keuangan konsolidasi PGN tahun 2020, PGN telah melakukan provisi sengketa pajak sebesar 294,3 juta dolar AS. Provisi tersebut meliputi beban atas 24 sengketa pajak PPN sebesar Rp4,15 triliun (setara dengan 278,4 juta dolar AS) dan 15,9 juta dolar AS sebagai kerugian selisih kurs. Saat ini PGN masih menantikan keputusan MA terkait dua perkara sejenis, untuk tahun pajak 2012 dan 2013.
Baca juga: Kebijakan harga gas industri dinilai bisa rugikan investor PGN
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021