"Kami berangkat dari rumah Kamis (6/1) hingga kini belum berhasil untuk mendapatkan buruan bajing," kata Sata, seorang Badui Dalam warga Cibeo Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu.
Sata mengatakan, selama ini kawasan hutan maupun perkebunan perburuan tupai sulit ditemukan karena banyak pohon ditebang masyarakat.
Populasi binatang yang sering merusak buah kelapa itu kemungkinan berkurang akibat kerusakan kawasan hutan.
Sata dan kawan-kawannya memburu bajing untuk dikonsumsi sebagai lauk pauk, karena memiliki kandungan gizi cukup tinggi.
Selain itu juga hasil pemburuan bisa dijual di kawasan Badui Dalam.
"Saat ini harga bajing dan kelalawar di pemukiman Badui Dalam cukup lumayan," katanya.
Udin, teman Sata mengaku bahwa ia sejak empat hari selain memburu bajing juga kelalawar dengan mendatangi hutan dan gua.
Namun tidak ditemukan hingga ke Pandeglang pun, mereka belum mendapatkan satwa itu.
Perburuan kelelawar yang disebut warga Badui "lalay" itu dilakukan siang dan malam hari.
Seharusnya, kelelawar itu banyak berkeliaran di bukit-bukit menyusul tibanya musim buah durian dan rambutan.
"Saya kira menghilangnya kelelawar itu akibat banyak pembalakan hutan," kata Udin sambil mengaku dirinya akan pulang ke Cibeo hari Senin (10/1).
Sementara itu, Samin mengaku dirinya kali pertama memburu bajing dan kelelawar sampai ke Pandeglang karena sulit mendapatkan satwa itu di kawasan Badui.
"Kami berjalan kaki sampai 90 kilometer belum berhasil mendapatkan tupai maupun kelelawar," katanya.(*)
(U.KR-MSR/Z002/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011