• Beranda
  • Berita
  • Antropolog: Jembatan Sei Alalak viral dengan sebutan Jembatan Basit

Antropolog: Jembatan Sei Alalak viral dengan sebutan Jembatan Basit

24 September 2021 17:45 WIB
Antropolog: Jembatan Sei Alalak viral dengan sebutan Jembatan Basit
Sejumlah orang melintas di bawah Jembatan Sei Alalak di Kalimantan Selatan yang rampung dikerjakan namun belum dibuka untuk umum. (ANTARA/Firman)

Nah meme Jembatan Basit ini tidak lain sebagai kritik sosial

Sebutan populer Jembatan Basit karena viral di masyarakat setempat bisa dijadikan nama jembatan Sei Alalak yang menghubungkan Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, kata pakar antropologi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Nasrullah S.Sos.I, M.A.

"Jika ingin melihat manfaat jembatan menjadi ikon wisata boleh juga mengambil aspek viral ini," katanya di Banjarmasin, Jumat.

Menurut dia, pemerintah daerah mesti bekerja keras untuk menyosialisasikan nama resmi jembatan ikonik yang melintas di Sungai Alalak yang membelah Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala itu.

Penyebutan populer nama jembatan itu, penyebabnya meme di media sosial terkait jembatan yang baru rampung dikerjakan dan belum resmi dibuka atau masih tertutup untuk umum. Ada suatu peristiwa di mana pengendara dibukakan portal untuk melewati jembatan itu dengan menyebutkan kalimat seakan sebagai kata kunci "Aku ading Basit", artinya "Aku adik Basit". Basit sebutan untuk ciri khas nama orang Banjar, Kalsel.

Baca juga: Jembatan Sei Alalak menjadi jembatan melengkung pertama di Indonesia

Dia menjelaskan suatu tempat memang akan terkenal karena menjadi ingatan publik oleh suatu peristiwa penting. Nama tempat itu biasanya dilekatkan jika peristiwa tersebut merupakan gambaran heroik, tragedi kesetiaan, solidaritas, atau kebangkitan.

"Nah meme Jembatan Basit ini tidak lain sebagai kritik sosial karena hak keistimewaan satu pihak (termasuk pengendara moge, red.) yang melampaui hak publik sebagai pengendara," kata dosen Prodi Pendidikan Sosiologi FKIP ULM itu.

Secara antropologis, ungkap dia, orang Banjar, Dayak, atau Melayu di Kalsel secara umum lebih mengenal gelar seseorang, bahkan hingga dewasa daripada nama asli.

Apalagi, kata alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu, suatu penyebutan jika dilekatkan dengan nama tempat, tentu akan mudah disosialisasikan. Nama asli hanya muncul pada acara resmi, pernikahan, dan kematian.

Popularitas penyebutan Jembatan Basit dikuatkan dengan video pengendara melewati portal, video singkat lain yang mengaku sebagai "Ading Basit".
Jembatan Sei Alalak di Kalimantan Selatan yang rampung dikerjakan namun belum diresmikan dibuka untuk umum. (ANTARA/Firman)


Ia mengemukakan kreativitas warganet sebagai luar biasa dengan membuat desain baju berlatar desain jembatan ikonik itu, bulan purnama di atas sungai, dengan teks bernada deklaratif "Aku Ading Basit".

Di Google Maps, jika dimasukkan kata kunci "Jembatan Basit", tempat itu sebagai jembatan ikonik di Sungai Alalak.

"Jadi terkenalnya jembatan ini kini dan ke depan diyakini bukan karena konstruksi jembatan dengan biaya besar, bukan karena lama waktu pembuatan dan kemacetan akibatnya, bukan pula karena desain, tapi karena sebuah nama," kata dia.

Baca juga: Jembatan Alalak akan jadi ikon wisata baru Kota Banjarmasin
 

Pewarta: Firman
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021