Kementerian Perdagangan (Kemendag) berupaya mencetak eksportir baru untuk meningkatkan ekspor, guna mempercepat pemulihan ekonomi nasional, yang salah satunya dilakukan dengan cara menggandeng sekolah ekspor.
“Kerja bersama yang telah dilakukan selama ini perlu kita pertahankan. Generasi muda dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diharapkan dapat menjadi eksportir sesuai mandat Presiden RI Joko Widodo untuk mencetak 500 ribu eksportir baru,” kata Sekjen Kemendag Suhanto lewat keterangannya di Jakarta, Jumat.
Suhanto memaparkan, ekspor Indonesia menunjukkan peningkatan dalam beberapa bulan terakhir, khususnya pada Agustus 2021 yang mencatatkan nilai tertinggi tahun ini sebesar 21,42 miliar dolar AS.
Keberhasilan di tengah kontraksi ekonomi akibat pandemi COVID-19 sangat menggembirakan. Bekerja sama dengan Sekolah Ekspor, Kemendag ingin meningkatkan ekspor dengan cara mencetak eksportir baru.
Baca juga: Mentan beri semangat eksportir muda untuk pacu ekspor pertanian
Hal itu disampaikan Suhanto dalam seminar web ‘Menggali Potensi Dagang Indonesia-Eropa: From Paris to Hamburg’ yang diselenggarakan Kemendag dan Sekolah Ekspor.
Webinar ini menghadirkan narasumber Analis Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Hesty Syntia PK, Atase Perdagangan Paris Ruth Samaria, Kepala Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Hamburg Eka Sumarwanto, serta sebagai moderator Kepala Sekolah Ekspor Handito Joewono dan Shania B. Mahir.
Suhanto menambahkan, saat ini, Indonesia memiliki Indonesia-European Free Trade Association (EFTA) Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dan sedang mengintensifkan pembahasan Indonesia-European Union (EU) CEPA.
Baca juga: Asuransi ekspor LPEI beri kepastian pembayaran bagi pelaku usaha
“Pemanfaatan perundingan perdagangan harus disiapkan dengan pembekalan bagi eksportir baru dan calon eksportir agar mampu menyiapkan diri untuk melakukan ekspor seluas-luasnya,” terang Suhanto.
Analis Perdagangan Ditjen Daglu Hesty memaparkan, saat ini, Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO) dapat digunakan eksportir untuk memanfaatkan tarif preferensi ke negara tujuan ekspor yang jalurnya sudah dibuka dengan perundingan perdagangan.
“Eksportir bisa mendapat penurunan atau bahkan pembebasan tarif biaya masuk. Dengan Uni Eropa (UE), Indonesia diberi skema secara sepihak atau hanya berlaku di sisi ekspor. Artinya, ekspor ke negara anggota UE, termasuk Prancis dan Jerman, diberlakukan skema generalized system of preference (GSP),” terang Hesty.
Selain itu, SKA juga memiliki kegunaan sebagai dokumen masuk komoditas ekspor Indonesia ke negara tujuan ekspor untuk mencegah free rider, penetapan negara asal barang (country of origin), pencairan letter of credit, pengamanan perdagangan, serta sebagai data statistik dan repeat order.
“Pengurusan SKA sudah dapat dilakukan secara daring di https://e-ska.kemendag.go.id. Pelaku usaha tidak perlu repot mengetik dan pendaftarannya gratis,” imbuh Hesty.
Sementara itu, Atase Perdagangan Paris Ruth Samaria menjelaskan, lima besar ekspor nonmigas Indonesia ke Prancis pada periode Januari—Juni 2021 meliputi alas kaki senilai 177,91 juta dolar AS, mesin elektrik 195,1 juta dolar AS, furnitur 65,01 juta dolar AS, CPO 77,67 juta dolar AS, dan pakaian 50, 18 juta dolar AS
“Sedangkan, komoditas ekspor Indonesia yang berpotensi besar di Prancis meliputi kopi, perhiasan, dan produk kecantikan,” jelas Ruth.
Ruth menambahkan, salah satu akses untuk memasuki pasar Prancis adalah melalui pasar swalayan.
“Dari penjajakan bisnis beberapa hari lalu, sebuah pasar swalayan menyatakan sedang mencari buah segar dari Indonesia. Peluang ini dapat dimanfaatkan eksportir Indonesia,” ungkap Ruth.
Ruth menyarankan beberapa hal terkait ekspor ke Prancis. Pertama, memfokuskan klasterisasi terhadap jenis produk. Misal, buah difokuskan pada buah eksotik, seperti buah naga, pepaya, dan manggis. Kedua, mengupayakan produk lebih spesial atau niche.
Ketiga, menyadari bahwa persaingan cukup ketat. Keempat, memperhatikan aspek organik dan indikasi geografis. Kelima, menyiapkan kesan pertama yang baik. Keenam, mempersiapkan berbagai sertifikasi yang diminta.
Kepala Indonesian ITPC Hamburg Eka Sumarwanto menjelaskan, lima besar ekspor nonmigas Indonesia ke Jerman pada 2020 meliputi alas kaki, pakaian, mesin elektrik, minyak hewani dan nabati, serta perabotan mekanik.
“Produk ekspor Indonesia yang berpotensi besar di Jerman antara lain kopi, kayu lapis, produk udang, dan produk ikan. Nilainya diperkirakan melebihi 290 juta dolar AS,” imbuh Eka.
Menurut Eka, di Eropa, keberhasilan sebuah produk sangat ditentukan oleh kemasannya, dimana harus aman dan menarik. Masyarakat Jerman juga menyukai furnitur kayu yang ringan dan tahan lama.
Produk bumbu diimpor dalam jumlah besar, kemudian dikemas ulang di Jerman.
"Produk turunan kelapa sangat populer di Jerman, seperti gula kelapa, kelapa parut kering, air kelapa, santan, dan minyak kelapa,” ungkap Eka.
Eka juga memberikan beberapa tips terkait melakukan ekspor ke Jerman.
“Pertama, mengenali perusahaan sendiri. Kedua, label produk disarankan lengkap. Ketiga, memiliki situs web yang informatif. Keempat, transparan dalam melakukan kesepakatan. Kelima, menggunakan media sosial seperti Instagram. Keenam, mempelajari budaya dan bahasa Jerman,” pungkas
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021