Kutipan pernyataan itu disampaikan Direktur Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Triana Wulandari pada pameran bersama antara Kemendikbud -- kini Kemendikbudristek -- bersama Galeri Foto Jurnalistik ANTARA (GFJA) dan Perpustakaan Nasional dalam rangka merayakan HUT Kemerdekaan pada 15 Agustus 2019.
Sejumlah lukisan dari era 1945-1950 ditampilkan, seperti lukisan karya Henk Ngantung, Basoeki Abdullah, M. Toha, Sudjojono dan Affandi.
Menurut Triana Wulandari lukisan-lukisan tersebut telah menjadi saksi bisu dalam perjalan negeri ini, di mana para seniman merespons keadaan yang terjadi saat itu dengan menggambarnya.
Baca juga: Maestro lukis Srihadi Soedarsono akan gelar pameran tunggal di Jakarta
Salah satunya adalah lukisan M. Toha, yang saat itu baru berusia 11 tahun, tentang peristiwa ditangkapnya Presiden Soekarno beserta pemimpin lain di Gedung Agung, Yogyakarta, pada 1948. Kala itu Ibu Kota Indonesia sedang dipindahkan ke Yogyakarta.
Dari lukisan tersebut, bisa dikuak tentang sejarah bagaimana adanya para pemimpin tersebut dibawa oleh Belanda.
Dia mengatakan seni rupa dihadirkan untuk menggambarkan kondisi saat itu, sehingga melalui lukisan bisa menambah historiografi.
Baca juga: Kemarin ular kobra masuk rumah warga, maestro lukis Jeihan meninggal
Pameran seperti itu diharapkan dapat memperlihatkan kepada publik bahwa kemerdekaan bangsa tidak hanya diraih dari pihak-pihak yang mengangkat senjata, tetapi juga pihak-pihak lain, seperti para seniman.
Kepala Museum Nasional Indonesia, Siswanto pada pameran lukisan dengan tema "Gelar Karya Lukisan Indonesia" 2020 -- di mana pameran berlangsung 6-19 Maret -- di Museum Nasional Indonesia di Jakarta menyebutkan bahwa pameran merupakan salah satu upaya dalam menjalankan amanah Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Ia mengatakan dalam UU tersebut tercantum bahwa keberagaman kebudayaan daerah merupakan kekayaan dan identitas bangsa yang sangat diperlukan untuk memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia di tengah dinamika perkembangan dunia.
Kemendikbud dalam ajang itu bekerja sama dengan Perkumpulan Seniman Nasional Indonesia (PESONA) menyelenggarakan pameran bertajuk "Indonesian Art Gallery 2020", di mana para pelukis daerah menampilkan hasil karyanya dengan harapan bisa memunculkan maestro generasi penerus.
Raden Saleh Sjarif Bustaman
Salah satu maestro lukis dunia asal Nusantara adalah Raden Saleh Sjarif Bustaman, yang merupakan salah satu tokoh terkemuka Indonesia yang namanya melegenda hingga sekarang berkat karya-karya besar yang ia hasilkan semasa hidupnya.
Ia meninggal dunia pada 23 April 1880, dan dimakamkan di Tanah Pasundan, yakni di Kota Bogor, Jawa Barat.
Juru pelihara Situs Makam Raden Saleh Sjarif Bustaman, Candra menjelaskan makam maestro itu tepatnya berada di Gang Raden Saleh, Jalan Pahlawan, Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.
Raden Saleh Sjarif Bustaman dilahirkan dari keluarga bangsawan di Semarang, Jawa Tengah pada 1811 M, putra Sayyid Husin Bin Yahya.
Baca juga: Kemarin ular kobra masuk rumah warga, maestro lukis Jeihan meninggal
"Raden Saleh Sjarif Bustaman merupakan keponakan Bupati Semarang pada masa kolonial Belanda, Raden Sjarif Bustaman," kata Candra.
Pada 1829 ia dikirim ke Belanda untuk melukis dan dijadikan pegawai pemerintahan Hindia Belanda. Pada 1839 setelah 10 tahun, ia minta agar diberi kesempatan melakukan perjalanan keliling Eropa sebelum kembali ke Indonesia.
Menikah dengan Constancia von Manfeldt, seorang wanita bangsawan Eropa, pada 1854, di Semarang,
Raden Saleh dikenal sebagai pelukis Indonesia beretnis Arab-Jawa yang menjadi pionir seni modern Indonesia.
Baca juga: Maestro lukis Jeihan Sukmantoro berpulang
Lukisannya merupakan perpaduan romantisisme yang sedang populer di Eropa saat itu dengan elemen-elemen yang menunjukkan latar belakang Jawa.
Candra mengatakan Raden Saleh Sjarif Butsaman memiliki "chemistry" dan ikatan batin yang kuat dengan tanah Bogor, yang pada masa silam sebagai lokasi utama Ibu Kota Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran di bawah kepemimpinan maharaja tersohor di dunia, Prabu Siliwangi.
Raden Saleh lama tinggal di Kota Bogor. Bekas rumahnya sekarang menjadi kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor, Jalan Juanda No 64, Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor.
Saat masih hidup Raden Saleh berwasiat kepada keluarganya jika meninggal dunia agar dimakamkan di pintu gerbang benteng keraton Kerajaan Pakuan Pajajaran, kawasan Empang, Kota Bogor.
Atas dasar wasiat tersebut, jenazah Raden Saleh Sjarif Bustaman dikebumikan pada sebidang tanah yang diyakininya sebagai pintu gerbang keraton Kerajaan Pakuan Pajajaran, bersama isteri keduanya, Raden Ayu Danoeredjo.
Cinta kearifan lokal
Ketua Bidang Infokom Dewan Adat Sunda Langgeng Wisesa, Ki Ahmad Fahir mengatakan bahwa Raden Saleh Sjarif Bustaman merupakan sosok yang sangat menghormati dan mencintai kearifan lokal.
Hal tersebut ditunjukkan dengan kecintaannya pada Kerajaan Pakuan Pajajaran, hingga berwasiat dimakamkan di gerbang benteng keraton warisan Prabu Siliwangi.
"Raden Sjarif Bustaman bukan ningrat Pajajaran, bukan 'eweu siwi' Prabu Siliwangi atau berdarah Sunda. Ia bahkan tidak dilahirkan di Tanah Pasundan. Namun sangat mencintai Kerajaan Pakuan Pajajaran," katanya.
Situs makam Raden Saleh Sjarif Bustaman menambah panjang daftar lokasi dan titik bersejarah di Bogor, yang kian memperkuat status Bogor sebagai yang disebutnya "tanah sejuta legenda" di mana setiap jengkalnya terdapat situs bersejarah.
Ia menegaskan situs Makam Raden Saleh sebagai salah satu cagar budaya yang harus dilindungi bersama, sebagai warisan cagar budaya dunia.
Selain sebagai maestro lukis dunia, lokasi makamnya juga sebagai lokasi penting eks gerbang benteng Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Ia bersyukur ulama besar nasional sekaliber Rais Am Jamiyah Ahlit Thoriqoh Al-Mu'tabaroh An-Nahdliyyah, Mualana Habib Luthfi Bin Yahya, bersedia turun gunung melestarikan situs ini.
Baca juga: LaNyalla perjuangkan penetapan Hari Kebudayaan Kearifan Lokal Nasional
Bahkan, Habib Luthfi yang melakukan revitalisasi dan pemugaran kompleks makam sang maestro lukis dunia yang berdiri di atas lahan ratusan meter dan berada di gang sempit perkampungan padat penduduk tersebut.
Saat meresmikan Kanzus Sholawat Cabang Bogor di Pesanten Al-Ghazaly, Kota Bogor pada Senin 25 November 2019, Habib Luthfi mengulas tentang sejarah dan kiprah perjuangan Raden Saleh Sjarif Bustaman.
Menurut Habib Luthfi yang juga Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jokowi 2019-2024, Raden Saleh merupakan sosok pahlawan nasional yang patut diteladani oleh generasi masa kini.
Ia memiliki nasionalisme sangat tinggi dan selalu mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan bangsa.
Raden Saleh merupakan permata sangat berharga yang dimiliki bangsa Indonesia yang ada di Tanah Bogor sehingga Habib Luthfi berharap semua pihak bisa menjaga dan merawat sejarah itu.
Kini, dengan warisan sejarah besar itu, menjadi tugas bersama pemangku kepentingan untuk menjawab harapan, sehingga membuktikan bahwa Indonesia memang tetap dalam posisi bangsa yang besar adalah yang bisa menghargai pahlawannya.
Pewarta: Andi Jauhary
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2021