“Pada masa awal kemerdekaan, Bapak Koperasi kita, Muhammad Hatta, telah meletakkan kerangka besar perekonomian nasional dengan pendekatan Koperasi. Begitulah pemikiran luhur para pendiri bangsa kita dalam merancang Indonesia masa depan, dengan tujuan agar Indonesia sampai kepada tujuan hakiki lahirnya bangsa ini,” kata Ketua DPD RI LaNyalla dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
LaNyalla yang menghadiri Pengukuhan Pengurus Gabungan Koperasi Produsen Pertanian Indonesia (GKPPI) secara virtual, di Jakarta, Rabu (29/9), mengatakan koperasi dimaknai sebagai cara atau sarana untuk berhimpun dengan tujuan untuk memiliki secara bersama-sama alat industri atau sarana produksi.
Menurut dia, para anggota koperasi sama posisinya dengan para pemegang saham di lantai bursa. Bedanya, kata dia, pemegang saham di pasar saham bisa siapapun, termasuk asing, sedangkan koperasi hanya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI).
"Para pendiri bangsa kita sangat sadar dengan trauma ratusan tahun di bawah kolonialisme penjajah. Mereka melahirkan sistem ekonomi yang dikelola dengan azas kekeluargaan atau kita kenal dengan Sistem Ekonomi Pancasila," katanya.
Hal itu, lanjut dia, dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945 dimana kekayaan sumber daya alam negeri ini harus dikelola dengan prinsip kekeluargaan dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Baca juga: Koperasi, riwayat mu kini, mungkinkah berjaya kembali
Agar tercapai hal itu, kata dia, negara harus hadir untuk memastikan dengan memisahkan secara jelas antara Koperasi atau Usaha Rakyat, BUMN dan Swasta. Namun tetap berada di dalam struktur bangunan ekonomi Indonesia.
“Dalam hal ini negara wajib hadir memberikan ruang koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi rakyat. Memberi hak rakyat mengorganisir dirinya sendiri untuk mendapatkan keadilan ekonomi. Negara juga harus menjaga dengan pasti agar BUMN dan swasta yang punya modal dan teknologi tidak masuk ke area koperasi,” katanya.
Dia mencontohkan jika ada wilayah tambang yang bisa dikerjakan rakyat secara terorganisir melalui koperasi, maka BUMN dan swasta tidak boleh masuk.
Selama rakyat melalui koperasi mampu mengelola, kata dia, maka negara harus menjamin, bahkan harus membantu akses permodalan dan teknologi. “Inilah yang disebut dengan ekonomi gotong royong atau Ekonomi Pancasila," katanya.
LaNyalla menambahkan untuk menggelorakan kembali koperasi perlu keseriusan untuk melakukan koreksi atas kebijakan perekonomian nasional negara ini, khususnya pasca-Amandemen Konstitusi 1 sampai 4, di mana adanya penambahan 2 Ayat di Pasal 33 UUD 1945.
“Penambahan pasal itulah yang membuat cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak diserahkan kepada pasar. Artinya Koperasi yang dirancang sebagai soko guru sekaligus spirit perekonomian Indonesia telah kehilangan ruh-nya. Koperasi menjadi kerdil dan menjelma sebagai koperasi simpan pinjam dan sejenisnya,” kata La Nyalla.
Oleh karena itu, Ketua DPD RI itu berpendapat wacana Amandemen perubahan ke-5 yang tengah bergulir harus menjadi momentum melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa ini.
“Kita harus berani melakukan koreksi sistem tata negara Indonesia. Termasuk sistem ekonomi negara ini. DPD RI akan sekuat tenaga memperjuangkan hal itu,” ujar LaNyalla.
Baca juga: Dekopin: Koperasi belum menjadi soko guru perekonomian
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021