"Karena ini KPK, maka harus cepat segera melakukan penyidikan, menetapkan tersangka, dan menahan. Saya beri 'deadline' hanya maksimal satu bulan, kalau lebih dari satu bulan, maka bulan kedua nanti, artinya kalau ini bulan Oktober, maka bulan November maksimal Desember akan saya gugat praperadilan," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Kejaksaan Agung RI telah menyerahkan perkara dugaan indikasi fraud dan penyalahgunaan kewenangan dalam kebijakan pengelolaan LNG Portofolio di PT Pertamina (Persero) kepada KPK.
Boyamin tidak mengetahui pasti alasan kenapa Kejaksaan Agung RI tidak melanjutkan penanganan perkara tersebut dan menyerahkannya kepada KPK.
Baca juga: Kejagung serahkan penyidikan dugaan korupsi LNG Pertamina ke KPK
"Saya tidak tahu alasannya, dialihkan atau ditangani KPK atau diserahkan kepada KPK, atau ditarik oleh KPK atau apa pun namanya, tapi saya tidak akan mencampuri itu silakan penegak hukum melakukan kerja sama yang baik dan bersinergi, saya tidak akan menghalangi itu," ujar Boyamin.
Namun Boyamin memberikan catatan agar perkara tersebut benar-benar ditangani secara serius oleh KPK yang kini disorot terkait 57 mantan pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).
Menurut Boyamin, jika KPK menangani perkara LNG Pertamina ini maka harus menyentuh semua aspek. Contohnya tentang kerugian negara dan pihak-pihak yang terlibat baik internal maupun eksternal Pertamina.
"Misalnya tentang kerugian negara, artinya dugaan kerugian negara harus menyentuh dua aspek. Satu tentang dugaan kerugian transasksi jual belinya sekitar Rp2 triliun, dan dugaan kerugian terkait bonus yang dibayarkan kepada direksi anak perusahaan Pertamina sekitar Rp200 miliar dari proses pengadaan jual beli LNG dari Mozambique," katanya.
Yang kedua, lanjut Boyamin, terkait dugaan orang-orang yang terlibat. MAKI meminta KPK tidak hanya memproses orang-orang internal tetapi harus memproses orang-orang eksternal yang diduga memengaruhi dan memperoleh keuntungan dari proses pengadaan jual beli LNG ini.
"Saya menduga ada famili-famili oknum pejabat yang ikut mengatur dan ikut menikmati hasil dugaan korupsi perkara ini, artinya orang ini di luar Pertamina, jadi dua hal itu yang utama untuk dilakukan KPK," katanya.
Baca juga: KPK tekankan sinergitas dengan penegak hukum dalam berantas korupsi
Boyamin menyebutkan jika nanti KPK hanya memproses salah satu dari kerugian negara, misalnya yang terkecil Rp200 miliar, atau hanya memproses orang yang diduga terlibat hanya dari kalangan internal, sementara eksternal tidak ditangani, maka MAKI akan melakukan gugatan praperadilan.
"Gugatan ini sebagai bentuk pengawalan," ujarnya.
Selain itu, kata Boyamin, KPK harus menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam rangka mengejar seluruh aliran dana dan dalam rangka mengembalikan kerugian negara sekitar Rp2,2 triliun.
"Jadi harus dikenakan pasal TPPU-nya," ujar Boyamin.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung RI menyerahkan penyidikan perkara dugaan indikasi Fraud dan penyalahgunaan kewenangan dalam kebijakan pengelolaan LNG Portofolio di PT Pertamina (Persero) kepada KPK.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (4/10) malam menyebutkan Direktur Penyelidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah melakukan kegiatan penyelidikan terkait kasus tersebut sejak 22 Maret 2021.
Saat ini Tim Penyelidik Jampidsus Kejaksaan Agung telah selesai melakukan penyelidikan untuk selanjutnya dinaikkan ke tahap penyidikan. Namun, berdasarkan hasil koordinasi dengan KPK, diketahui penyidik KPK telah melakukan penyidikan terhadap kasus yang sama.
Baca juga: Polri bertemu dengan perwakilan 57 eks Pegawai KPK
Oleh karena itu, kata Leonard, untuk menghindari terjadinya tumpang tindih penanganan perkara, maka Kejaksaan Agung RI mempersilakan KPK melakukan penyidikan.
"Kejaksaan Agung RI mempersilakan dan tidak keberatan untuk selanjutnya KPK dapat melakukan penyidikan terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi dimaksud," ujar Leonard.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021