Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Nusa Tenggara Barat mengembangkan industri halal menggunakan pendekatan ekosistem rantai nilai halal atau "Halal Value Chain" (HVC).Selain itu, pengembangan ekosistem HVC juga mencakup sektor keuangan syariah yang mendorong pembiayaan syariah, baik melalui keuangan komersial syariah maupun keuangan sosial syariah, zakat, infaq, sedekah dan wakaf (Ziswaf)
Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi NTB Heru Saptaji, di Mataram, Rabu, menjelaskan pendekatan HVC digunakan karena pengembangan industri halal tidak dapat hanya bertumpu pada produk dan pelaku usaha, tetapi seluruh komponen secara "end-to-end", mulai dari proses pengemasan, distribusi, sampai dengan pemasaran.
"Selain itu, pengembangan ekosistem HVC juga mencakup sektor keuangan syariah yang mendorong pembiayaan syariah, baik melalui keuangan komersial syariah maupun keuangan sosial syariah, zakat, infaq, sedekah dan wakaf (Ziswaf)," katanya.
Menurut GBI, kata Heru, HVC memerlukan empat hal penting untuk menjadi kompetitif, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan pemberdayaan ekonomi umat.
Pertama, mempercepat dan mengakselerasi sertifikasi halal. Kedua, membangun ekosistem HVC melalui integrasi antara unit-unit usaha baik usaha kecil, menengah dan besar.
Ketiga, lanjutnya, fokus pengembangan pada lima produk yang kompetitif, yaitu makanan halal, busana muslim, pariwisata, kosmetika dan farmasi, dan energi terbarukan.
"Selanjutnya, keempat, yakni proses produksi dan pemasaran produk secara 'end to end," ujarnya.
Ia menyebutkan proses membangun kawasan industri halal telah diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 17 Tahun 2020 tentang Tata Cara memperoleh Surat Keterangan dalam rangka Pembentukan Kawasan Industri Halal.
Untuk kawasan NTB, industri halal yang dapat dikembangkan, selain pariwisata halal adalah industri makanan dan minuman halal serta busana muslim.
Terkait dengan industri makanan dan minuman, Kantor Perwakilan BI Provinsi NTB setiap tahun memiliki program pelatihan sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) makanan dan minuman. Kegiatan pelatihan dilakukan bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia, perbankan dan pihak terkait lainnya.
Selain itu, kata Heru, pihaknya juga mendukung pengembangan industri busana muslim yang sudah dicanangkan bersama dengan pemerintah daerah dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTB.
Beberapa bentuk program yang dilakukan misalnya aktif melakukan promosi kain tenun NTB di berbagai event nasional dan internasional.
"Dalam waktu dekat kami juga akan melakukan kembali pendampingan klaster tenun NTB bekerja sama dengan desainer nasional," katanya.
Baca juga: BI: Pondok pesantren dan UMKM sumber kekuatan ekonomi KTI
Baca juga: BI NTB perkuat klaster vanili organik di kaki Gunung Rinjani
Baca juga: BI-KDEI Taipei gelar promosi perdagangan NTB ke Taiwan secara virtual
Pewarta: Awaludin
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021