"Antibiotik penemuan penting dalam dunia kesehatan karena bila digunakan atas indikasi bisa menyelamatkan nyawa," kata Ketua Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN) itu dalam virtual media briefing terkait resistensi antimikroba, Kamis.
Di Amerika Serikat misalnya, antibiotik berperan melindungi nyawa sekitar 200.000 orang setiap hari dan meningkatkan kemungkinan hidup 5-10 tahun pada bayi baru lahir yang terkena infeksi bakteri.
Baca juga: Dokter RSPI: Pemberian antibiotik tidak tepat sebabkan resistensi
Antibiotik saat ini dimanfaatkan untuk mengobati penyakit akibat infeksi bakteri seperti demam tifoid atau tipes yang disebabkan bakteri Salmonella typhii, diferi akibat infeksi Corynebacterium diphteriae yang menyerang selaput lendir pada hidung tenggorokan, tetanus akibat infeksi bakteri Clostridium tetani hingga infeksi saluran kemih.
"Tifoid obatnya tidak ada lagi selain antibiotik, difteri tidak ada obatnya selain antibiotik, juga tetanus, pertusis, radang selaput otak akibat bakteri, infeksi saluran kencing," tutur Prof. Hindra.
Dia mengingatkan orang-orang termasuk tenaga kesehatan untuk bijaksana memanfaatkan antibiotik salah satunya memastikan peruntukkan yang tepat demi menghindari resistensi antibiotik.
Baca juga: Guru Besar Unair: Penggunaan antibiotik berlebih bunuh mikroba baik
Resistensi antibiotik lebih sulit ditangani sehingga memunculkan masalah lain yakni kesakitan bertambah, risiko kematian pasien meningkat, rawat inap yang lebih panjang di rumah sakit dan biaya perawatan bisa menjadi berlipat ganda.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2020 menyatakan, masyarakat dunia saat ini sangat perlu mengubah cara mereka meresepkan dan menggunakan antibiotik, termasuk mengurangi penyebaran infeksi melalui vaksinasi, mencuci tangan, mempraktikkan kebersihan makanan yang baik.
WHO mencatat, resistensi antibiotik meningkat ke tingkat yang sangat tinggi di semua bagian dunia. Mekanisme resistensi baru muncul dan menyebar secara global dan mengancam kemampuan untuk mengobati penyakit menular umum.
Akibatnya, daftar infeksi terus bertambah seperti pneumonia, TBC, dan penyakit akibat makanan menjadi lebih sulit, dan terkadang tidak mungkin untuk diobati karena antibiotik menjadi kurang efektif atau tidak responsif terhadap pengobatan yang saat ini tersedia.
Baca juga: IDAI: Tidak perlu berikan antibiotik untuk pengobatan COVID-19 anak
Baca juga: Jangan sembarangan konsumsi antibiotik demi hindari masalah kesehatan
Baca juga: Kemenkes beri tips bijak gunakan antibiotik
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021