"Hal ini dikarenakan sangat tingginya populasi UAS dan masih banyaknya penerbang atau operator yang belum memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup terhadap peraturan pengoperasian UAS," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, Umar Aris dalam webinar
"Pengoperasian Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak di Ruang Udara Indonesia" yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Umar mengatakan, penggunaan UAS (drone) wajib mempertimbangkan sejumlah aspek, antara lain aspek keselamatan, keamanan, lalu lintas udara, sosial ekonomi, dan regulasi.
Pemenuhan aspek tersebut, kata Umar, guna menghindari potensi resiko yang bakal muncul dari penggunaan drone, seperti penyalahgunaan atau ancaman terhadap operasi penerbangan individu dan objek lainnya.
Ia menegaskan, regulasi memegang peranan penting dalam menjamin berlangsungnya operasi drone yang selamat, tertib, dan lancar.
Selain itu, diperlukan pemahamanan dan sosialiasi yang luas kepada masyarakat bahwa dalam menerbangkan drone harus memahami regulasinya.
"Sebagaimana pengaturan terhadap penggunaan ruang udara yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 37 tahun 2020. Pengaturan lainnya terkait UAS juga diperlukan, mengingat UAS seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama seperti halnya pesawat udara berawak," ujarnya.
Umar menambahkan, dengan terbangunnya model regulasi yang komprehensif diharapkan dapat terciptanya operasi penerbangan UAS yang terintegrasi secara menyeluruh dan mendorong perkembangan aktivitas perekonomian Indonesia.
"Hal ini perlu diakomodir seiring dengan berkembangnya teknologi di sektor transportasi udara," pungkasnya.
Baca juga: Kemenhub cek kesiapan Bandara Ngurah Rai buka lagi rute internasional
Baca juga: Kemenhub kampanyekan pentingnya keselamatan berlalu lintas
Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021