Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PKB Luqman Hakim menilai usulan pemerintah terkait pemungutan suara Pemilu 2024 dilaksanakan 15 Mei 2024 berpotensi menyebabkan petugas penyelenggara pemilu kelebihan beban kerja yang membahayakan kesehatannya.
"Memaksakan pencoblosan Pemilu 15 Mei dan Pilkada 27 November, selain tidak realistis untuk dilaksanakan, juga akan menimbulkan beban petugas penyelenggara pemilu yang melampaui kemampuan rata-rata manusia," kata Luqman Hakim di Jakarta, Minggu.
Dia mengingatkan, tahun 2019 dengan satu pemilu saja, ratusan petugas KPPS meninggal dunia dan ribuan lainnya jatuh sakit. Menurut dia, bisa dibayangkan, tahun 2024 dengan beban pemilu dan pilkada Serentak dalam waktu berdekatan, akan berapa ribu petugas meninggal dunia dan jatuh sakit.
"PKB tentu tidak ingin pemilu menjadi 'mesin pembunuh' bagi para petugas yang menyelenggarakannya. Jangankan ribuan, satu nyawa saja bagi PKB sangat berharga untuk diselamatkan," ujarnya.
Menurut dia, PKB mempertimbangkan pentingnya menghindarkan tahapan-tahapan pemilu dari momentum yang berpotensi menimbulkan kegaduhan dan residu kontraproduktif lainnya.
Dia mencontohkan, apabila pencoblosan pemilu pada 15 Mei 2024, maka puncak kampanye Pemilu akan bersamaan dengan umat Islam menjalankan ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh.
Baca juga: Pemerintah usulkan Pemilu 2024 digelar pada 15 Mei
Baca juga: PPP tidak setuju usulan pemerintah terkait waktu Pemilu 2024
Baca juga: Partai NasDem tak persoalkan Pemilu pada Februari atau Mei 2024
"Bulan Ramadhan 2024 akan dimulai sekitar tanggal 9 Maret 2024 dan Idul Fitri sekitar 9-10 April 2024," ujarnya.
Wakil Sekjen DPP PKB itu menilai, puncak kampanye pemilu yang dilakukan di dalam bulan Ramadhan tentu tidak elok dan berpotensi mengganggu ibadah umat Islam.
Luqman mengingatkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan, Sila Pertama Pancasila berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Saya merasa penting mengingatkan pemerintah mengenai sensitifitas publik, terutama umat Islam atas bulan Ramadhan ini. Jangan sampai nanti pemerintah dituduh dengan sengaja menistakan Islam akibat memaksakan pencoblosan Pemilu dilaksanakan pada 15 Mei 2024 yang berakibat puncak kampanye berada di dalam bulan Ramadhan," katanya.
Menurut dia, puncak kampanye Pemilu 2024 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan, juga berpotensi meningkatkan eskalasi politik identitas dan manuver politik bernuansa SARA.
Dia menegaskan bahwa PKB tidak ingin keutuhan NKRI terancam akibat Pemilu 2024, sehingga itu adalah pertimbangan partainya menilai pencoblosan Pemilu 21 Februari jauh lebih ideal dan rasional.
Menurut dia, opsi coblosan pemilu pada 21 Februari 2024 sudah dihitung dengan rinci seluruh tahapan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemilu dan pilkada agar bisa sukses digelar.
Luqman menjelaskan, apabila pencoblosan pada 21 Februari 2024, maka penyelesaian sengketa hasil pemilu punya waktu yang cukup sampai bulan Juli 2024.
"Akhir Juli, hasil final Pemilu 2024 sudah bisa ditetapkan KPU, setelah seluruh proses sengketa hasil pemilu diselesaikan Mahkamah Konstitusi," katanya.
Dia mengatakan, apabila hasil final Pemilu 2024 dapat disahkan di akhir bulan Juli, maka parpol dan masyarakat memiliki waktu untuk melakukan seleksi bakal calon kepala daerah yang akan didaftarkan ke KPUD pada akhir Agustus atau awal September 2024.
Namun menurut dia, apabila pencoblosan pemilu dilakukan 15 Mei 2024, maka penyelesaian sengketa hasil pemilu oleh MK bisa selesai di dalam bulan September-Oktober 2024, dan risikonya masyarakat serta partai politik sama sekali tidak punya waktu melakukan seleksi bakal calon kepala daerah.
"Lebih tragis lagi, pendaftaran calon kepala daerah ke KPUD tidak dapat dilaksanakan tepat waktu. Akibatnya, sudah pasti coblosan pilkada serentak tidak bisa dilakukan di dalam bulan November 2024," ujarnya.
Menurut dia, PKB sebagai parpol koalisi berkewajiban untuk menghindarkan hal-hal yang bisa menjadi citra buruk bagi pemerintah sehingga partainya menolak skenario pemungutan suara Pemilu 2024 dilaksanakan pada 15 Mei.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021