"Dilakukan pemusnahan produk dengan nilai keekonomian Rp21,5 miliar dan pembatalan 27 nomor izin edar produk dan sebanyak 69 perkara telah diproses secara pro-justitia," kata Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI Reri Indriani dalam Konferensi Pers Public Warning Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik di Jakarta, Rabu.
Berkaitan dengan upaya untuk perlindungan kesehatan masyarakat dari risiko keamanan produk obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik di peredaran, BPOM secara rutin melakukan kegiatan sampling dan pengujian produk serta pemantauan efek samping produk.
Baca juga: BPOM temukan obat tradisional berbahan kimia berbahaya bagi kesehatan
Kegiatan sampling dan pengujian tersebut ditujukan untuk mengetahui apakah produk yang diproduksi, beredar dan dikonsumsi masyarakat membahayakan kesehatan atau tidak, karena bisa saja mengandung bahan kimia obat atau bahan dilarang atau bahan berbahaya yang tidak disetujui pada saat pendaftarannya.
Di lain sisi, BPOM menerima laporan dari negara-negara sahabat terkait adanya peredaran 202 item obat tradisional dan suplemen kesehatan dan 97 item kosmetik yang mengandung bahan kimia obat, bahan dilarang atau bahan berbahaya.
Dalam menindaklanjuti temuan obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik ilegal atau mengandung bahan kimia obat atau bahan dilarang atau bahan berbahaya, dan laporan dari beberapa negara tersebut, BPOM melakukan pembersihan pasar dengan melaksanakan penertiban pada fasilitas produksi dan distribusi, memberikan perintah penarikan dan pemusnahan produk, membatalkan nomor izin edar, dan juga melakukan proses pro-justitia oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM jika ditemukan adanya indikasi pidana.
Untuk obat tradisional dan suplemen kesehatan, berdasarkan hasil tindak lanjut kegiatan tersebut selama Juli 2020-September 2021, telah dilakukan pemeriksaan terhadap 3.382 fasilitas produksi dan distribusi obat tradisional dan suplemen kesehatan.
Adapun putusan pengadilan tertinggi berupa pidana penjara selama dua tahun dan denda sebanyak Rp250 juta subsider kurungan tiga bulan.
Untuk kosmetik, telah dilakukan pemeriksaan terhadap 4.862 fasilitas produksi dan distribusi, pemusnahan produk dengan nilai keekonomian sejumlah Rp42 miliar, dan pembatalan 18 nomor izin edar produk, dan sebanyak 89 perkara telah diproses secara pro-justitia.
Putusan pengadilan tertinggi untuk kasus kosmetik itu berupa pidana penjara selama dua tahun dan denda sebanyak Rp25 juta subsider dua bulan kurungan.
BPOM mengimbau masyarakat lebih waspada dan tidak menggunakan produk yang dinyatakan mengandung bahan kimia obat, bahan dilarang atau bahan berbahaya.
BPOM juga mengharapkan peran serta aktif semua pemangku kepentingan untuk melaporkan kepada BPOM apabila mengetahui adanya dugaan kegiatan produksi atau peredaran produk obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik ilegal dan atau mengandung bahan kimia obat bahan dilarang ataupun bahan berbahaya.
Selanjutnya, BPOM mengedukasi dan mengimbau masyarakat untuk selalu ingat Cek KLIK yakni cek kemasan, label, izin edar dan kedaluwarsa produk.
"Pastikan bahwa kemasan dari produk yang dibeli dan akan dikonsumsi dalam kondisi yang baik, kemudian perlu dibaca informasi produk yang tertera pada labelnya sehingga menghindari penggunaan yang tidak tepat, dan cek apakah memiliki izin edar BPOM, dan tidak melebihi masa kadaluarsa," kata Reri.
Baca juga: Bupati pastikan pabrik obat berbahaya di Bantul tidak berizin
Baca juga: Polda Banten sita obat-obatan berbahaya dari toko kosmetik
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021