"Karena konstitusi ini milik rakyat. Sesuai arahan Ketua Umum Partai NasDem Bapak Surya Paloh, kami harus bertanya kepada masyarakat untuk mengetahui apa yang diinginkan (oleh, red.) mereka," kata Taufik Basari dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia juga mengatakan bahwa melakukan perubahan UUD atau amendemen UUD bukan merupakan hal yang tabu. Justru, UUD 1945 membuka peluang untuk melakukan amendemen.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Amendemen UUD harus melewati kajian mendalam
Baca juga: LaNyalla siapkan FGD amendemen konstitusi di MPC PP se-Jawa Timur
Yang menjadi persoalan, kata Taufik, adalah faktor yang mendorong wacana untuk melakukan amendemen kelima terhadap UUD 1945. Terlebih, melalui kerja sama dengan lembaga survei Indikator, hasil yang diperoleh oleh lembaga survei menunjukkan bahwa mayoritas publik belum membutuhkan amendemen UUD 1945.
Direktur Indikator Burhanudin Muhtadi mengungkapkan bahwa, dari hasil survei yang Indikator lakukan pada September 2021, terdapat 69 persen dari kelompok elite dan 55 persen responden publik yang menyatakan bahwa belum saatnya amendemen UUD 1945 dilakukan.
Menanggapi hasil survei Indikator, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan bahwa perlu masukan dari berbagai pihak untuk mendapat gambaran mengenai kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya, sebelum memutuskan pembahasan wacana amendemen UUD 1945.
Ia mempertanyakan, apakah agenda memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) pada salah satu pasal UUD 1945 merupakan keinginan sebagian besar masyarakat Indonesia.
"Apalagi, wacana amendemen ini merupakan warisan dari keanggotaan MPR RI periode sebelumnya yang sudah pasti kondisi saat itu berbeda dengan saat ini," kata Lestari.
Baca juga: Ketua DPD RI ajak ulama sosialisasikan pentingnya amendemen kelima
Selanjutnya, Jakob Tobing yang berpengalaman sebagai Panitia AdHoc (PAH) MPR berpendapat bahwa usulan amendemen yang mengemuka saat ini seperti memiliki agenda tersembunyi yang dibuat oleh para elite.
"Karena biasanya, perubahan konstitusi itu melalui proses dan kondisi kedaruratan dulu. Namun, saat ini, tidak ada kondisi darurat, tetapi muncul usulan amendemen," ujarnya.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021