“Kami ingin memfokuskan para pelaku UMKM ini agar bukan sekadar on-board, seperti bisa buka akun e-commerce. Tetapi juga bagaimana agar bertahan bahkan sampai dengan meningkatkan persaingan bisnisnya di kemudian hari,” kata Fiki saat webinar “MarkPlus Insight: Peran E-Commerce dalam Mendukung Brand Lokal Selama Pandemi” pada Kamis.
Baca juga: Indef: Literasi digital paling dibutuhkan UMKM di masa depan
Ia mengatakan berdasarkan data KemenkopUKM bekerja sama dengan platform e-commerce Blibli, dari 1.000 UMKM yang didampingi untuk on-board ke e-commerce ternyata yang sukses membuka akunnya hanya 400 usaha dan dari 400 UMKM tersebut hanya 40 yang berhasil melakukan transaksi pertama (first transaction).
“Jadi isunya ternyata setelah dieksplorasi, ini perlu ada pendampingan dan pemilihan platform yang tepat bagi para pelaku UMKM yang masuk ke ekosistem digital,” ujarnya.
Ia tak menampik bahwa transformasi digital menjadi sebuah keniscayaan. Menurut data dari Google 2021, terjadi peningkatan nilai transaksi sebanyak 54 persen atau setara dengan 3 juta jumlah transaksi per hari.
Sementara itu, masih dari sumber yang sama, pendapatan ekonomi digital di Indonesia pada 2020 mencapai Rp640 triliun dan diproyeksikan meningkat menjadi Rp1.700 triliun pada 2025
“Fakta data menyampaikan bahwa ada lompatan besar. Ini momentum yang sangat baik untuk bisa dimanfaatkan bagi para pelaku UMKM untuk hijrah, untuk segera bukan hanya menjadi objek tetapi juga menjadi subjek,” kata Fiki.
Ia mengatakan setidaknya ada empat hal yang menjadi isu utama bagi pelaku UMKM untuk masuk ke ekosistem digital, yakni literasi digital KUMKM masih rendah, kapasitas produksi kecil, kualitas produksi belum konsisten atau cenderung rendah, serta akses pasar belum optimal.
Baca juga: Strategi pemasaran digital bisa bantu UMKM tumbuh
Untuk menjawab tantangan tersebut, KemenkopUKM menerapkan dua pendekatan agar UMKM go digital, yaitu peningkatan kapasitas usaha dan perluasan pasar digital. Peningkatan kapasitas usaha ini dapat berupa penguatan database, peningkatan kualitas SDM, dan pengembangan klaster terpadu UMKM. Sementara perluasan pasar digital berupa optimalisasi Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI), on-boarding platform pengadaan barang dan jasa, live shopping, dan sistem informasi ekspor UMKM.
Selain dua pendekatan tersebut, KemenkopUKM juga mendorong fokus platform per trade area atau per level usaha bagi UMKM yang akan masuk ke ekosistem digital.
“Isu platform per trade area ini menjadi game changer. Kami ingin fokuskan pelaku usaha mikro bukan dulu masuk ke e-commerce nasional atau unicorn karena traffic-nya sudah terlalu besar, ini seperti PKL masuk ke dalam mal tapi tidak akan bisa berkompetisi secara kualitas dan kuantitas, pemahaman bisnis, cara marketing, dan seterusnya,” terang Fiki.
Ia menyebutkan tantangan terbesar terletak pada usaha mikro karena memiliki postur yang terlalu gemuk sekitar 98,7 persen atau lebih dari 63 juta dari keseluruhan tingkatan UMKM.
“Ini menjadi isu. Sebetulnya game changer UMKM itu ada di mikro dan ultra mikro sehingga juga perlu untuk memikirkan bagaimana strategi kita mengonsolidasi usaha mikro ini dengan mendorong UKM dan industri usaha besar menjadi mitra menjadi konsolidator dan agregator,” katanya.
Ia mengatakan usaha mikro perlu memasarkan produknya melalui media sosial terlebih dahulu sehingga seiring berjalannya waktu tingkat literasi digital mereka meningkat dan optimal.
“Setelah dilatih di level itu, baru kami ingin dorong usaha kecil masuk ke e-commerce lokal atau homogen. Ini yang kami ingin dorong untuk berlatih memastikan sambil membaca tren serta demand atau permintaan pasar seperti apa. Baru setelah itu, usaha menengah kami dorong ke e-commerce nasional, global, sampai dengan ekspor,” ujarnya.
Baca juga: Literasi digital jadi tantangan utama dorong UMKM naik kelas
Baca juga: Gernas BBI, momentum UMKM Aceh untuk "go digital"
Baca juga: Digitalisasi dan kolaborasi kunci UMKM tumbuhkan ekonomi inklusif
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021