• Beranda
  • Berita
  • Legislator minta DKI bentuk lembaga khusus untuk tata permukiman kumuh

Legislator minta DKI bentuk lembaga khusus untuk tata permukiman kumuh

14 Oktober 2021 21:17 WIB
Legislator minta DKI bentuk lembaga khusus untuk tata permukiman kumuh
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan Hardiyanto Kenneth dalam rapat di Gedung DPRD DKI Jakarta. (ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi)
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membentuk lembaga khusus untuk penataan permukiman kumuh di Ibu Kota.

Menurut Kenneth dalam keterangan di Jakarta, Kamis, selama ini tidak ada instansi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang khusus menangani penataan kampung.

Apalagi Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta tidak mempunyai kewenangan untuk mengklasifikasi daftar-daftar RW Kumuh dan lebih mengandalkan BPS dalam melakukan pendataan RW-RW kumuh tersebut.

"Memang tupoksi DPRKP DKI itu mengelola aset Pemprov DKI seperti rusunawa, tapi perkampungan kumuh harus juga menjadi perhatian khusus, karena masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh tersebut rata-rata sudah memegang KTP DKI. Mereka juga punya hak yang sama, kita berbicara azas keadilan di sini," katanya.

Menurut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus membuat lembaga khusus yang untuk penataan kampung kumuh supaya pada saat mendata di lapangan bisa lebih fokus dan tepat sasaran.
​​​​​​​
Terlebih kemiskinan dan kesenjangan sosial masih menjadi masalah yang sangat serius di Ibu Kota dan permukiman kumuh juga masih bertaburan di tengah megahnya gedung-gedung pencakar langit di Jakarta.

Kenneth menyebut bahwa Pemprov DKI Jakarta belum bisa memenuhi target dalam melakukan penataan di permukiman kumuh melalui program "Collaborative Implementation Program" (CIP) dan "Community Action Plan" (CAP) yang diluncurkan. Namun masih jauh dari target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode 2018-2022.

"Program penataan kampung kumuh di Jakarta masih jauh dari target yang telah ditentukan di dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta periode 2018-2022," katanya.

Baca juga: DKI targetkan 2.000 KK revitalisasi tangki septik pada 2021
Baca juga: DKI akan bangun rumah susun hybrid


Menurut Kenneth, ada beberapa permukiman yang terbilang sangat kumuh di DKI Jakarta. Salah satunya ada di Kecamatan Tambora, Cengkareng dan Kalideres.
​​​​​​​
Namun dalam pendataan di Pergub Nomor 90 Tahun 2018, ada beberapa daerah di kawasan tersebut tidak masuk dalam daftar permukiman kumuh yang tertera pada data tersebut.

Dalam Pegub DKI Jakarta Nomor 90 Tahun 2018 tertera ada 445 RW masuk dalam kategori RW kumuh. Pada lampiran disebutkan, ada 15 RW kumuh kondisi berat, 99 RW sedang, 205 RW ringan dan 126 sangat ringan.

"Itu artinya di lapangan dalam melakukan pendataan, tim dari BPS mendata belum maksimal. Harus libatkan camat, lurah hingga RT dan RW yang lebih memahami wilayah tersebut," kata politisi dari Fraksi PDIP itu.

Kenneth juga menyarankan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan jangan hanya berfokus dalam pembangunan rumah DP Rp0, akan tetapi penataan kampung kumuh juga harus dijadikan prioritas.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) DPD DKI Jakarta PDI Perjuangan itu juga meminta Pemprov DKI jangan menjadikan stigma kampung kumuh itu ilegal, tanah negara dan tidak punya hak tinggal di Ibu Kota karena datang dari daerah lain, yang kerap digunakan pemerintah untuk mengusir warga dengan dalih ruang terbuka hijau, melanggar undang-undang dan penyebab banjir.

"Jangan mempunyai stigma itu, karena sudah kewajiban negara untuk memastikan warganya memiliki tempat tinggal yang layak. Hilangkan stigma bukan warga Jakarta karena datang dari daerah urbanisasi," katanya.

Padahal warga di permukiman kumuh rata-rata sudah mempunyai KTP DKI Jakarta dan juga sudah memberikan kontribusi pada perekonomian kota dan pendapatan kota.
Baca juga: Permukiman kumuh masih jadi persoalan Pemprov DKI
Baca juga: Masyarakat wilayah kumuh DKI jadi percontohan vaksinasi gelombang tiga

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021