• Beranda
  • Berita
  • BPIP sebut isu gender telah diantisipasi sebelum Indonesia merdeka

BPIP sebut isu gender telah diantisipasi sebelum Indonesia merdeka

15 Oktober 2021 11:34 WIB
BPIP sebut isu gender telah diantisipasi sebelum Indonesia merdeka
Tangkapan layar - Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prakoso memberi pidato kunci dalam seminar bertajuk “Persiapan Arsip Gender Sebagai Memory of the World” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Arsip Nasional RI, Jumat (15/10/2021). ANTARA/Putu Indah Savitri.
Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prakoso mengatakan bahwa para pendiri bangsa sudah mengantisipasi isu kesetaraan gender jauh sebelum Indonesia merdeka.

“Kesetaraan gender diwujudkan dengan didirikannya sekolah-sekolah Kartini untuk mendorong kesetaraan (antara kaum perempuan dan laki-laki),” kata Prakoso ketika memberi pidato kunci dalam seminar bertajuk “Persiapan Arsip Gender Sebagai Memory of the World” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Arsip Nasional RI, Jumat.

Tidak hanya perjuangan-perjuangan Kartini yang meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya peran perempuan dalam membangun suatu bangsa.

Baca juga: APEKSI bantu BPIP membumikan Pancasila kepada anak muda
Baca juga: Pusat Kajian Pancasila Unnes: Reorientasi pemilu langsung diperlukan
Baca juga: BPIP: Pancasila menjadi kekuatan pemersatu bangsa di tengah pandemi


Prakoso mengatakan bahwa masih terdapat tokoh-tokoh perempuan lainnya yang memiliki peran signifikan dalam sejarah perjuangan bangsa, yakni Dewi Sartika yang juga merupakan tokoh perintis pendidikan untuk kaum wanita, Cut Nyak Dien yang memimpin perlawanan melawan Belanda pada masa Perang Aceh, hingga Ratu Shima yang menjadi pemimpin kerajaan setelah suaminya, Raja Kartikeyasinga, wafat.

“Penyiapan kemerdekaan Indonesia oleh BPUPKI pun terdapat dua perempuan, yaitu Maria Ulfah dan Siti Sukaptinah, yang mempersiapkan kemerdekaan,” ujar Prakoso memaparkan.

Dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), para anggota akan memutuskan dasar kemerdekaan dan berdirinya Indonesia. Maria Ulfah mengusulkan agar dasar negara Indonesia mencantumkan hak-hak dasar dalam Undang-Undang Dasar 1945, termasuk persamaan hak antara perempuan dan laki-laki.

Sila kedua dan sila kelima dari Pancasila mengakomodasi usulan dari Maria Ulfah. Sila kedua menyatakan kemanusiaan yang adil dan beradab, serta sila kelima menyatakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Saat ini, kata Prakoso, Indonesia mengimplementasikan nilai-nilai kesetaraan gender yang telah diperjuangkan oleh para pendiri negara melalui pemberian kesempatan untuk menjadi pemimpin Indonesia secara merata tanpa membeda-bedakan gender.

“Presiden kita salah satunya perempuan,” ucap Prakoso.

Selain itu, perempuan Indonesia juga memegang jabatan sebagai Rektor ITB, Rektor UNPAD, Kepala BMKG, hingga Menteri Keuangan.

Oleh karena itu, Prakoso berharap agar arsip Kartini dan arsip Kongres Perempuan Indonesia I dapat menjadi Memory of the World atau Ingatan Kolektif Dunia yang diakui oleh UNESCO.

“Sebagai rujukan dunia bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang berdirinya diawali oleh isu kesetaraan gender,” kata Prakoso.

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021