Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membahas kerja sama menangani dampak perubahan iklim dengan Uni Eropa dalam pertemuan bersama Executive Vice-President of the European Commission Frans Timmermans di Jakarta.Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sumber daya yang mampu memberikan banyak kontribusi pada penanganan dampak perubahan iklim global.
Airlangga mengatakan bahwa Indonesia berkomitmen mendorong kerja sama dengan Uni Eropa dalam menangani dampak perubahan iklim. Menurutnya, kerja sama global penting dilakukan untuk memastikan bahwa pengembangan energi baru dan terbarukan terjangkau dan tersedia di Indonesia.
“Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sumber daya yang mampu memberikan banyak kontribusi pada penanganan dampak perubahan iklim global. Peningkatan kemitraan dan kerja sama global penting dilakukan untuk meningkatkan kapasitas adaptasi dan ketahanan, terutama bagi negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim,” kata Airlangga dalam keterangan resmi yang diterima Antara di Jakarta, Selasa.
Dalam pertemuan dengan Frans Timmermans, Airlangga membahas prioritas dan posisi atau kebijakan Indonesia di COP26 Glasgow.
Untuk diketahui, Indonesia menjadi Co-Chair pada COP26 Fact Dialogue bersama Inggris sejak April 2021. Pertemuan COP26 akan membahas isu-isu prioritas seperti penguatan komitmen pengurangan emisi, adaptasi terhadap dampak perubahan iklim, dan peningkatan kolaborasi internasional dalam kampanye COP26 terkait transisi energi, aksi iklim berbasis alam, dan transportasi bersih.
Terkait penggunaan teknologi, Menko Airlangga juga menyampaikan Indonesia sudah siap untuk melangkah lebih dari energi baterai.
“Indonesia siap untuk mengembangkan teknologi hydrogen sebagai bentuk komitmen pengurangan emisi serta adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi global yang konkrit untuk mencapai tujuan ini,” papar Airlangga.
Pada pertemuan ini, ia juga membahas peluang kerja sama antara Indonesia dengan Uni Eropa di bawah EU Green Deal, dimana emisi kedua pihak ditarget berkurang sampai 55 persen pada 2030 dan nol persen atau net zero pada 2050.
“Pemerintah Indonesia telah menyiapkan regulasi mekanisme perdagangan karbon di dalam negeri. Indonesia juga telah mengumumkan dan menyampaikan ambisi net zero tahun 2060 sesuai submisi Updated NDC dan Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050),” ujar Airlangga.
Pemerintah Indonesia juga akan mulai menerapkan pajak karbon atas emisi karbon pada tahun 2022 seiring dengan pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP). Airlangga mengatakan bahwa penerapan pajak karbon ini juga merupakan komitmen Indonesia untuk menangani perubahan iklim global.
Pemerintah Indonesia juga menunjukkan keseriusan dalam penanganan iklim dengan mendorong pembahasan ini di berbagai pertemuan internasional lainnya, termasuk G20.
“Indonesia akan mendorong pembahasan perubahan iklim ini dalam presidensi G20 tahun 2022 di dua working group dengan pembahasan terkait isu perubahan iklim dan energi,” kata Airlangga.
Baca juga: Elemen adaptasi perubahan iklim jadi pembeda NDC Indonesia
Baca juga: Timmermans: Gabungkan transisi energi dengan peningkatan pembangunan
Baca juga: Menko Airlangga : Ekonomi hijau bantu kelola isu perubahan iklim
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021