• Beranda
  • Berita
  • Ketika solar menjadi tumpuan harapan nelayan di Kabupaten Gresik

Ketika solar menjadi tumpuan harapan nelayan di Kabupaten Gresik

19 Oktober 2021 23:40 WIB
Ketika solar menjadi tumpuan harapan nelayan di Kabupaten Gresik
Deretan perahu yang bersandar di Desa Campurejo, Kecamatan Panceng, Gresik, Jatim. (ANTARA/HO-Aam)
Kelangkaan solar di wilayah Pantai Utara (Pantura) Jatim, seperti Kabupaten Gresik, Lamongan, Tuban dan Bojonegoro hanya bisa membuat pasrah nelayan di wilayah itu, tanpa adanya kepastian kapan mereka kembali melaut.

Deretan perahu yang bersandar di pantai dekat perbatasan Gresik-Lamongan, tepatnya di Desa Campurejo, Kecamatan Panceng, Gresik itu seolah tak bertuan.

Dibiarkan terombang-ambing air laut, dan sudah sepekan ini tidak ada jejak kaki atau tangan yang menyentuh perahu tersebut, karena si empunya meliburkan diri.

Bukan karena lelah atau tidak mampu melaut, melainkan tidak adanya solar sebagai bahan bakar utama mesin diesel perahu, yang disebabkan kelangkaan.

Memang, selama sepekan terakhir tidak ada aktivitas mayoritas nelayan di wilayah itu, sebab terjadi kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar yang melanda Gresik dan sekitarnya.

Kondisi ini, menyebabkan para nelayan kelimpungan dan terpaksa menyandarkan perahunya.

Aktivitas memperbaiki jaring, mesin hingga bercengkrama dengan keluarga menjadi pengisi waktu hari demi hari nelayan di wilayah setempat.

Entah sampai kapan itu berlangsung, dan hanya berharap segera ada solusi, sehingga aktivitas melaut yang menjadi salah satu pekerjaan mereka, bisa kembali dilakukan.

Salah satu nelayan di Desa Campurejo, Solihun mengakui, bahwa dirinya sudah tak melaut selama lima hari akibat kelangkaan solar.

"Solar merupakan kebutuhan mendasar dalam menjalankan perahu, dan salah satu pengharapan kami. Mau beli di SPBU terdekat kuotanya juga dibatasi. Belum lagi kalau dapat harus mengantre panjang. Kalau harus nyari keluar stoknya kosong," katanya.

Hal itu membuat pria berusia 53 tahun itu terpaksa tidak melaut, dan tercatat ada ratusan nelayan yang memilih tak melaut karena kelangkaan solar.

Solihun mencatat, kerugian satu hari tak melaut sekitar Rp1 juta hingga Rp1,5 juta, sebab rata-rata membutuhkan 125 liter solar dengan menggunakan kapal dibawah 8 gron ton (GT) dengan sepekan melaut.

Jika dihitung lima hari nelayan tak melaut, kerugian mencapai Rp5 juta hingga Rp7,5 juta. Kalau begini terus bisa-bisa kami tidak mempunyai penghasilan," katanya, mengeluh.

Ia berharap, agar pemerintah memberikan solusi secepatnya, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga setiap harinya.

"Saya hanya bisa pasrah mas, dan berharap ada solusi terhadap kelangkaan solar," tuturnya.

Nelayan lain yang mengalami hal serupa adalah Nur Qomari. Nelayan petambak itu mengakui bahwa solar sulit didapat dalam beberapa hari terakhir.

Qomari mengakui bahwa sempat mengantre bersama nelayan lain di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Desa Golokan Sidayu, Kabupaten Gresik.

Antrean panjang itu dilakukan karena mendengar sulitnya solar didapat, sehingga dia bersama nelayan lain terpaksa berduyun-duyun ke SPBU tersebut untuk mengantre.

Kebutuhan Tinggi

Sementara itu Area Manager Communication, Relations & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, Deden Mochamad Idhani sempat dikonfirmasi terkait kelangkaan itu.

Deden mengaku telah menerjunkan tim di lapangan, yang masih terus berkoordinasi dengan pemegang kebijakan atau stakeholders setempat agar kebutuhan solar tercukupi di seluruh SPBU.

"Kami berusaha menjaga biar aman sampai Desember 2021, namun kami mengimbau kepada kendaraan yang tidak layak menerima subsidi untuk dapat mengisi BBM jenis gasoil/diesel seperti Dexlite atau Pertamina Dex," kata Deden.

Deden beralasan, tingginya kebutuhan solar dikarenakan seiring keberhasilan pemerintah dalam penanganan COVID-19 di Indonesia. Akibatnya, aktivitas masyarakat terus meningkat dan kembali normal.

Secara umum, dibandingkan periode awal Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), saat ini demand BBM untuk jenis gasoline, yang meliputi Pertalite dan Pertamax series, serta gasoil (biosolar dan dex series) meningkat sekitar 12 persen untuk wilayah Jawa Timur.

Peningkatan aktivitas masyarakat, juga tercermin dalam peningkatan konsumsi BBM sektor retail Pertamina yang secara nasional pada kuartal III (Q3) tahun 2021 mencapai 34 juta kilo liter (KL), atau meningkat hingga 6 persen dibandingkan Q3 tahun 2020.

Sedangkan untuk BBM gasoline (bensin) ada peningkatan sekitar 4 persen, dan untuk gasoil (diesel), bahkan mencapai 10 persen.

Khusus untuk kebutuhan solar subsidi di Jawa Timur konsumsi hariannya sejak September meningkat 16 persen dibandingkan rerata harian di periode Januari sampai Agustus 2021.

Namun demikian, Pertamina akan terus berkomitmen memenuhi kebutuhan masyarakat, serta secara paralel dan terpusat akan berkoordinasi dengan BPH Migas untuk penambahan kuota Solar subsidi.

"Kami memastikan stok maupun proses penyaluran (supply chain) aman berjalan dengan baik," katanya.

Selain penambahan penyaluran, Pertamina juga memastikan kecukupan dan distribusi Solar subsidi, mengoptimalkan produksi kilang, serta melakukan monitoring penyaluran agar tepat sasaran antara lain dengan sistem digitalisasi dan pemantauan secara real time melalui Pertamina Integrated Command Centre (PICC)," tutur dia.

Deden menjelaskan, hingga saat ini Pertamina Patra Niaga terus melakukan penghitungan proyeksi kebutuhan solar subsidi dan memastikan suplai yang dilakukan dapat memenuhi peningkatan permintaan yang terjadi.

Untuk stok dan penyaluran BBM non-subsidi seperti Dexlite, Pertamina Dex, Pertamax, dan Pertalite, Pertamina pastikan dalam kondisi aman, masyarakat tidak perlu khawatir.

Tentunya apa pun alasannya, kini dibutuhkan solusi cepat dalam mengatasi kelangkaan solar di wilayah Gresik dan sekitarnya, agar para nelayan dapat kembali melaut dan memutar ekonomi keluarga nelayan di wilayah itu.

Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021